admin Tidak ada komentar

Deepapsikologi.com — Perang adalah adalah sebuah aksi fisik dan non fisik yang terjadi diantara dua kelompok atau lebih yang dimana bertujuan untuk mendominasi suatu wilayah yang diperebutkan. Pada era modern ini masih juga terjadi peperangan di berbagai belahan dunia seperti Afganistan, Kamboja,Palestina dan iran. Pada era modern, perang lebih mengarah pada kecangihan teknologi dan industri yang dimiliki untuk membantu berjalanya aktifitas perang tersebut. Seiringinya kemajuan zaman dan juga kecanggihan alutsista yang dimiliki semakin besar pula penderitaan atau dampak dari perang tersebut. Sehingga menimbulkan gangguan secara ekonomi, kesejahteraan, sosial, Politik dan masih banyak lagi.

 

Dampak Perang bagi Kesehatan Mental Anak

Dampak Perang bagi Kesehatan Mental Anak

Hal-hal yang Menyebabkan Terjadinya Perang

Hal yang melatar belakangi terjadinya perang yang sudah terjadi sejak dulu sampai sekarang tentunya tidak lepas dari beberapa faktor. Seperti: perbedaan ideologi, keinginan untuk memeperluas kekuasaan, perbedaan kepentingan dan juga keinginan untuk menguasai sumber daya alam yang sangat berharga. Peperangan tidak hanya merugikan secara ekonomi, kesejahteraan, sosial, Politik saja. Namun juga berdampak pada warga masyarakat sipil dan khususnya anak-anak yang belum tahu apa-apa. Justru anak-anak di Negara yang terjadi peperangan terkena dampak yang sangat besar mulai dari segi fisik dan juga dari segi psikologi.

Nah sahabat DEEPA tahu tidak bahwa dampak negara yang berperang bisa menjadi ancaman bagi anak-anak itu sendiri mulai dari pertumbuhan secara fisik atau pun secara psikis. Lalu apa sih akibat Negara yang berkonflik terhadap psikis anak-anak?.

Definisi Perang

Disini saya akan memaparkan sedikit dampak anak-anak yang terpapar perang di negaranya. Perang memang tidak bisa lepas dari kehidupan kita saat ini entah itu perang secara besar –besaran yang dimana melibatkan banyak aspek sebagai pendukung seperti perang dunia I & II , Israel –Palestina dan lain sebagainya atau perang bersekala kecil. Perang bersekala besar dan perang bersekala kecil tetap akan adanya jatuh korban termasuk anak-anak yang dimana mereka tidah tahu apa-apa akan tetapi mereka menerima dampak perang itu sendiri. Arti perang menurut KBBI adalah (1) permusuhan anatara dua Negara (bangsa, agama, suku. (2) pertempuran bersar bersenjata antara dua pasukan atau lascar, pemberontak.( 3) perkelahilan; konflik. Anak –anak yang Negaranya sering terjadi konflik akan menggalami berbagai masalah psikologis yang sangat serius sehingga ini harus kita memberi perhatian yang lebih.

Hubungan Perkembangan Anak dengan Keadaan di Lingkungan Sekitar Anak

Di dalam teori Vygotsky menyatakan bahwa tumbuh kembang anak ditentukan oleh keadaan lingkungan. Lingkungan anak merupakan stimulus yang lebih penting dalam mendorong tubuh kembang anak. Di dalam lingkungan yang baik maka tumbuh kembang anak akan baik dan sesuai pada umumnya. Namun apabila lingkungan anak tidak baik seperti sering terjadi konflik (perang) maka tumbuh kembang anak akan terhambat. Kondisi fisik, sosial, budaya, ekonomi juga menjadi salah satu faktor penting dan memberi pengaruh bagi masa kanak-kanak. Anak-anak merupakan sebagai penerus kehidupan kita selanjutnya sehingga kita harus menyiapkan anak untuk dapat menyosong kemasa depan yang lebih baik lagi. Anak-anak juga menjadi pemain peradapan kemajuan zaman yang akan datang.

 

Penelitian Tentang Dampak Perang di Palestina dan Afganistan

Pada penelitian yang di lakukan oleh R. Srinivasa Murthy & Rashmi Lakshminarayana (2006) dengan judul ‘’Mental health consequences of war: a brief review of research findings’’ . Dimana penelitian ini berisi tentang rangkuman –rangkuman dari berbagai penelitian sebelumnya tentang kondisi kesehatan mental anak-anak yang terpapar perang dari berbagai Negara seperti di Palestina.

Sebuah studi yang dilakukan oleh Program Kesehatan Mental Komunitas Gaza antara anak-anak berusia 10-19 tahun. Mengungkapkan bahwa 32,7% menderita gejala PTSD membutuhkan intervensi psikologis. 49,2% dari gejala PTSD sedang, 15,6% dari gejala PTSD ringan, dan hanya 2,5% tidak memiliki gejala. Dan konflik tersebut menyebabkan anak laki-laki memiliki tingkat yang lebih tinggi (58%) dibandingkan anak perempuan(42%). Disamping itu gejala yang timbul yakni seperti perilaku agresif(46%), Hasil sekolah yang buruk (38%), menderita dari mimpi buruk sebesar(39%). Dalam serangkaian penelitian selama 10 tahun terakhir dari Komunitas Gaza Mental Health Center. Jenis yang paling umum dari paparan trauma bagi anak-anak yang menyaksikan pemakaman (95%). Jenis trauma yang lain yaitu saksi penembakan (83%), melihat terluka atau mati orang asing (67%) dan melihat keluarga terluka atau tewas (62%). Di antara anak-anak yang tinggal di daerah pemboman, 54% menderita parah, 33,5%.

Sedangkan di   Negara ke dua adalah Afganistan dari hasil study menyatakan bahwa gejala kecemasan di 72,2%, dan gangguan stres pasca-trauma (PTSD) di 42%. Perempuan memiliki status kesehatan mental yang lebih buruk. Selanjutnya study kedua 1011 responden berusia 15 tahun ke atas membentuk sampel. Hampir setengah dari populasi mengalami peristiwa traumatis. Gejala depresi yang diamati pada 38,5% responden, gejala kecemasan di 51,8% dan PTSD di 20,4%. Tingginya tingkat gejala dikaitkan dengan jumlah yang lebih dari peristiwa traumatik yang dialami. Wanita memiliki tingkat lebih tinggi daripada laki-laki. Sumber utama dukungan emosional adalah agama dan keluarga.

Trauma Anak yang Tumbuh dalam Lingkungan Perang

Pada penelitian berikutnya yang di lakukan oleh AA Thabet, A. Abu Tawahina Eyad El & Sarraj Panos Vostanis (2007) dengan judul ‘’Exposure to war trauma and PTSD among parents and children in the Gaza strip’’ yang dimana hasil penelitian tersebut anak-anak mengalami peristiwa trauma di karena Menonton tubuh dimutilasi dan orang-orang yang terluka di TV 98,5% Menyaksikan tanda-tanda shelling di tanah 94,9 %, Mendengar suara sonik dari jetfighters 89,8%, Menyaksikan pemboman rumah lain dengan pesawat terbang dan helikopter 86.7 %, Mendengar shelling daerah oleh artileri 92.9%.

Anak-anak dilaporkan reaksi yang berbeda terhadap peristiwa traumatis yang dimana memunculkan reaksi yang paling umum adalah: insomnia (40,5%), kaget yang berlebihan (39%), dan mencoba untuk menghapus kenangan dari pikiran mereka (39%). Anak laki-laki dan 71,1% dari gadis-gadis Masalah kesehatan mental yang di alami adalah PTSD 70,1 %, jumlah kesulitan 42,7%,  masalah Perilaku 36,8% masalah Hiperaktif 22,8% masalah emosional 24,4% masalah hubungan rekan 60.1% Kecemasan 33,9%.

Orang tua dan anak-anak telah mengalami kejadian dengan tingkat tinggi. Dimana menyebabkan anak-anak dapat dipengaruhi secara langsung oleh paparan trauma dan dengan reaksi orang dewasa. Yaitu melalui trauma primer dan sekunder. Beberapa mekanisme dampak langsung telah ditemukan untuk menerapkan secara independen untuk kedua orang tua dan anak-anak seperti kehilangan kontrol, kehilangan citra diri (terutama jika anggota keluarga telah terluka). Dampak langsung lainnya seperti ketakutan kematian dan membahayakan, dan isolasi dari jaringan sosial mereka. Anak-anak juga bisa mengalami peningkatan ketergantungan dan takut ditinggalkan Reaksi orangtua dapat dipengaruhi oleh trauma masa lalu sehingga dalam pengasuhan anak pun juga mengalami kendala.

Kesimpulan dari Dampak Perang 

Jadi kesimpulannya sahabat DEEPA bahwa perang merupakan suatu aksi yang dimana dilakukan oleh dua kelompok atau lebih. Perang ditujukan untuk menguasai suatu teritori atau dominasi dari pihak lain. Dampak dari perang mengakibatkan kerugian di segala aspek seperti ekonomi, politik, sosial dan budaya. Anak yang tinggal di wilayah konfilik terkadang mengalami gangguan kesehatan mental sehingga mempengaruhi perkembangan psikologis anak.

Peristiwa-peristiwa traumatik yang di alami adalah menonton tubuh dimutilasi dan orang-orang yang terluka di TV 98,5%, menyaksikan tanda-tanda shelling di tanah 94,9% , mendengar suara sonik dari jetfighters 89,8 % menyaksikan pemboman rumah lain dengan pesawat terbang dan helikopter 86.7% , mendengar shelling daerah oleh artileri 92.9% menyaksikan penembakan oleh tank dan artileri berat dari rumah tetangga 74,5% .Hal demikian meneyababkan anak-anak mengalami munculnya perilaku agresif pada anak, kesulitan dalam belajar, kesulitan dalam tidur, dan juga mimpi buruk yang sering melanda anak-anak korban peperangan.

Jadi sahabat DEEPA akibat dari perang itu sendiri banyak populasi yang berada di situasi perang dan konflik harus menerima perawatan kesehatan mental sebagai bagian dari total proses bantuan, rehabilitasi dan rekonstruksi. Seperti yang terjadi pada paruh pertama abad ke-20, ketika perang memberikan dorongan besar untuk konsep pengembangan kesehatan mental. Organisasi-organisasi dunia juga harus turun tangan untuk menidaklanjuti masalah kesehtan mental yang melanda seperti WHO dan PBB.

Sekian dari saya dan saya ucapkan terima kasih untuk sahabat DEEPA yang sudah meluangkan waktu untuk memabaca artikel ini. Semoga artikel ini bermanfaat untuk kita, Sampai jumpa….

 

 

Daftar Pustaka

Abdul , A., vostains, P., & tawahina, A. a. (2007). Exposure to war trauma and PTSD among parents and children in the Gaza strip. European Child & Adolescent Psychiatry, 1-10.

Murthy, R. S., & lakshminarayana, R. ( 2006). Mental health consequences of war: a brief review of research findings. World Psychiatri, 25-30.

________

Ditulis Oleh : Vinny Kurnia Vionita (Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Magelang