admin Tidak ada komentar

Cantik itu Tak Harus Langsing; Perempuan dan Gangguan Makan

Perempuan dan Gangguan Makan — “Eh, lu kok tambah subur aja. Diet dong biar cantik”, “Belum punya anak aja udah gemuk, gimana nanti kalo udah punya anak”, “Lu makan mulu badan udah gede juga, diet dong”.

Duh, stigma yang sudah melekat di masyarakat mengenai standar kecantikan yang mengatakan bahwa “cantik itu harus langsing” memang seringkali membuat perempuan mengalami tekanan psikologis. Ditambah dengan bermunculan brand-brand kosmetik yang menggunakan model cantik dengan tubuh ideal sebagai brand ambassador-nya membuat stigma “cantik itu harus langsing” semakin mengakar di masyarakat. Dengan demikian, ketika melihat perempuan dengan tubuh yang tidak sesuai dengan standar kecantikan tersebut maka akan dianggap tidak cantik.

Fenomena mengenai standar kecantikan fisik ini, akhirnya membuat perempuan “mau gak mau” dituntut untuk memenuhi standar tersebut. Beberapa dari kita ada yang sangat berusaha untuk menimbulkan penilaian cantik dimata orang lain. Atas dasar itulah, banyak perempuan yang rela melakukan berbagai macam hal, mulai dari menjalani program diet ketat, olah raga berat bahkan meminum jamu atau obat pelangsing yang banyak beredar dipasaran.

Sementara itu, diet yang dilakukan semata-mata karena stress serta keterpaksaan untuk memenuhi standar kecantikan, pada umumnya tidak akan konsisten dijalankan. Sebagian dari kita pada akhirnya akan menjadi tidak perduli dengan berat badan sehingga mengalami obesitas. Atau malah berakhir dengan gangguan makan seperti anoreksia dan bulimia nervosa.

Kedua gangguan makan ini memiliki ciri yang sama, yaitu ketekutan yang berlebih mengenai kenaikan berat badan. Namun, antara anorexia dan bulimia nervosa juga memiliki perbedaan. Yuk disimak, berikut penjelasan dari keduanya :

 

Anoreksia Nervosa

Anoreksia  pada umumnya mulai timbul di awal hingga pertengahan masa remaja. Pengidap-nya sepuluh kali lebih banyak dialami oleh kaum perempuan dibandingkan laki-laki. Hal ini dikarenakan lebih besarnya tekanan budaya yang ditujukan untuk perempuan agar memiliki tubuh yang ideal, namun tidak menutup kemungkinan tekanan ini juga dirasakan oleh laki-laki.

Menurut Godart, dkk (2000), pengidap anoreksia seringkali didiagnosis dengan gangguan lain yang turut menyertainya, seperti depresi, gangguan obesif-kompulisif, fobia, gangguan panik, alkoholisme dan berbagai gangguan kepribadian.

 

Kriteria Pengidap gangguan Anoreksia Nervosa

Mengacu pada DSM-IV-TR, berikut adalah kriteria pengidap gangguan anoreksia nervosa :

  1. Tidak merasa puas dengan berat badan normal.

Mereka tidak pernah merasa cukup kurus sehingga memiliki berat badan jauh dibawah normal (underweight). Pengidap anoreksia biasanya memiliki berat badan kurang dari 85% dari berat badan yang dianggap normal bagi usia dan tinggi badannya.

 

  1. Meskipun berat badannya sangat kurang, namun mengalami ketakutan yang berlebihan akan menjadi gemuk.

Pengidap anoreksia sangat takut apabila jarum timbangannya bergerak ke kanan, karena itu artinya dia mengalami kenaikan berat badan. Rasa takut mengalami kenaikan berat badan tersebut tidak berkurang walaupun ia sudah mengalami penurunan berat badan.

 

  1. Gangguan citra tubuh

Pengidap anoreksia mengalami distorsi pandangan mengenai bentuk tubuh mereka. Bahkan dalam kondisi yang sangat kurus sekalipun mereka tetap merasa bahwa mengalami kelebihan berat badan atau pada beberapa bagian tubuh tertentu yang “dianggap” tidak ideal, khususnya perut, lengan, paha dan pantat. Harga diri mereka sangat tergantung dengan menjaga tubuh tetap kurus.

 

  1. Pada perempuan yang sudah mengalami menstruasi, terjadi

Kondisi tubuh yang sangat kurus membuat perempuan mengalami amenorea, yaitu berhentinya periode menstruasi.

 

Bulimia Nervosa

Berbanding terbalik dengan pengidap anoreksia yang sangat membatasi jumlah asupan makanan. Pada orang dengan gangguan bulimia nervosa justru menampakan perilaku utama yaitu mengkonsumsi banyak makanan dalam waktu kurang dari 2 jam, kemudian diikuti dengan munculnya perasaan bersalah dan menyesal karena sudah kehilangan kontrol. Oleh karena itu, pengidap bulimia akan mencoba menghambat makanan tersebut sebelum dicerna oleh tubuh agar tidak mengalami kenaikan berat badan, seringnya dengan cara dimuntahkan, olahraga berlebihan, puasa atau bahkan buang air besar dibantu obat pencahar.

Menurut Godart, dkk (2000), pengidap bulimia seringkali didiagnosis dengan gangguan lain yang turut menyertainya, terutama depresi, gangguan kepribadian (terutama borderline), gangguan anxietas, penyalahgunaan zat dan gangguan tingkah laku.

 

Kriteria Pengidap gangguan Bulimia Nervosa

Mengacu pada DSM-IV-TR, berikut adalah kriteria pengidap gangguan bulimia nervosa :

  1. Makan berlebihan secara berulang.

Prosesi makan berlebihan biasanya dilakukan setelah mengalami interaksi sosial yang negatif atau setidaknya persepsi atas hubungan sosial yang negative. Makan berlebihan dilakukan secara sembunyi-sembunyi sampai yang bersangkutan merasa sangat kekenyangan.

 

  1. Pengurasan berulang untuk mencegah bertambahnya berat badan.

Pengurasan dilakukan untuk mengurangi efek asupan kalori setelah makan berlebihan. Hal ini juga dilakukan sebagai upaya mencegah penambahan berat badan. Tindakan yang paling sering dilakukan adalah dengan memuntahkan makanan, mengkonsumsi obat pencahar, olah raga berlebihan dan berpuasa.

 

  1. Simtom-simtom terjadi sekurang-kurangnya 2 kali seminggu selama minimal 3 bulan.

Diagnosis DSM untuk bulimia mensyaratkan bahwa perilaku makan berlebih dan pengurasan terjadi sekurang-kurangnya 2 kali seminggu selama minimal 3 bulan.

 

  1. Penilaian diri sangat bergantung pada bentuk tubuh dan berat badan.

Sama halnya seperti para pengidap anoreksia, para pengidap bulimia juga mengalami ketakutan akan kenaikan berat badan dan harga diri mereka sangat bergantung pada kemampuan mempertahankan berat badan normal. Pengidap bulimia tidak mengalami penurunan berat badan yang drastis seperti pada pengidap anoreksia.

Penting untuk menanamkan pada diri sendiri bahwa kecantikan tidak hanya tentang fisik. Kecantikan sejati akan terlahir dengan sendirinya ketika kita merasa sejahtera dengan apa yang ada didalam maupun diluar diri kita. Demikian artikel terkait “Cantik itu Tak Harus Langsing; Perempuan dan Gangguan Makan”, semoga bermanfaat.

Referensi :

Davison, Gerald C, dkk. 2006. Psikologi Abnormal Edisi ke 9. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada