admin No Comments

Teori attending behavior – Pengantar Psikologi Wawancara

Teori attending behavior. Apa yang dimaksud dengan attending behavior ? Atending behavior merupakan salah satu keterampilan yang harus dimiliki oleh konselor dalam proses wawancara. Attending adalah cara yang menunjukan bagaimana konselor menyiapkan diri, mendengarkan, bersikap atau berperilaku, memberikan perhatian kepada klien sehingga klien merasa aman, nyaman, diperhatikan oleh konselor (Carkhuff dalam Retno dan Eko, 2007).

 

 

Teori attending behavior – Pengantar Psikologi Wawancara

Teori attending behavior – Pengantar Psikologi Wawancara

Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa attending behavior adalah ketrampilan atau teknik yang digunakan konselor untuk memusatkan perhatian kepada klien agar klien merasa dihargai dan merasa dibimbing dengan suasana yang kondusif. Sehingga klien bebas mengekspresikan atau mengungkapkan pikiran, perasaan dan tingkah lakunya. Perilaku attending dapat juga dikatakan sebagai penampilan konselor yang menampakkan komponen-komponen perilaku nonverbal, kontak mata, dan bahasa lisan. Karena komponen-komponen tersebut tidak mudah perlu dilatih secara bertahap dan terus menerus.

 

Perilaku attending juga berfungsi untuk mengurangi kuantitas bicara konselor dan memberikan klien waktu lebih banyak untuk menceritakan tentang diri mereka.

Konselor mengetahui waktu yang tepat untuk memberi masukan dan waktu yang tepat untuk mendengarkan apa yang klien ucapkan.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam attending behavior

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan konselor dalam attending behavior, yaitu:

  1. Visual : Pattern of eye contact

Menatap klien secukupnya, jangan banyak mengalihkan pandangan. Karena konselor juga perlu melakukan observasi terhadap klien

  1. Vocal Qualities : tinggi rendahnya dan kecepatan nada suara

Kecepatan bicara mengindikasikan seberapa besar ketertarikan dan rasa empati terhadap cerita klien. Kecepatan bicara juga memberikan kesan mengenai ketenangan dan profesionalisme konselor saat berhadapan dengan klien. Tone suara yang cukup rendah (dan empuk) juga bisa membantu klien untuk memiliki ketenangan dan memunculkan rasa aman. terutama saat berhadapan dengan klien-klien dengan masalah klinis

 

  1. Verbal Tracking : Following the client or changing the topic?

Jangan mengubah tujuan pembicaraan yang telah ditetapkan sejak awal. Konselor harus peka dalam memilih pernyataan klien yang harus diberi perhatian khusus dan yang harus diabaikan agar wawancara tetap fokus pada tujuan awal.

Konselor adaah leader dalam proses wawancara

  1. Body Language : Attentive and authentic

Attentive yaitu ketertarikan untuk terlibat dalam wawancara. Umumnya muncul dari sikap tubuh dan ekspresi wajah klien. Authentic yaitu sikap apa adanya, jujur, asli, yang dimunculkan selama wawancara. Tidak berlebihan dalam merespons informasi yang diberikan klien.

Jenis pertanyaan yang diajukan dalam wawancara

 

  1. Closed question / pertanyaan tertutup

Closed question adalah pertanyaan yang merujuk pada jawaban tertentu, bersifat mengarahkan. Jawaban dari closed question ini akan pendek dan sebatas ‘ya’ dan ‘tidak’.

Terkadang akan menjadi leading question dan membuat klien merasa konselornya memiliki agenda tertentu pada kliennya. Oleh karena itu pertanyaan tertutup tidak boleh digunakan di awal wawancara. Closed Question Boleh digunakan, bila konselor merasa perlu meyakinkan diri mengenai apa yang ia

tangkap dari klien.

 

  1. Open question / pertanyaan terbuka

Pertanyaan terbuka sifatnya tidak mengarahkan. Klien lebih dibebaskan untuk mengekspresikan perasaan, pemikiran, ide, dan penghayatan yang dimiliki. Dengan open question kita akan mendapatkan informasi yang lebih kaya dari klien. Pertanyaan terbuka dapat digunakan dengan menggunakan kata ‘mengapa’ dan ‘bagaimana’ saat mengawali kalimat tanya yang di sampaikan. Jenis pertanyaan terbuka ini memberikan kesan bahwa konselor berupaya memahami permasalahan atau informasi yang dimiliki klien dengan lebih mendalam.

 

Perilaku verbal dan non verbal

 

Perilaku Non Verbal

(a) Ekspresi wajah; alis dinaikkan, bibir dirapatkan, bibir menganga, senyuman, tawa, kernyitan dahi, dan sebagainya yang merefleksikan emosi klien.

(b) Bahasa tubuh; postur tubuh, posisi duduk, gerakan

tangan, gerakan kaki, tarikan napas, dsb.

(c) Hindari stereotype; tidak cepat menentukan, menilai, dan menginterpretasi alasan klien bertindak demikian.

Perilaku verbal

(a) Sellective attention and key words yaitu perlu memperhatikan kata yang ditekankan oleh klien (biasanya berulang) yang mengindikasikan hal tersebut penting bagi dirinya.

(b) Ada potensi klien atau yang diwawancarai akan mengulang cerita yang dianggapnya senang bagi pewawancara untuk di dengar, sehingga pewawancara perlu mengontrol ekspresi yang ditampilkan selama wawancara berlangsung.

 

 

Pewawancara harus mewaspadai diskrepansi antara tindakan verbal dan nonverbal klien selama wawancara. Diskrepansi berarti apa yang dibicarakan dengan ditampilkan berbeda.

Inkongruensi bisa mengindikasikan bahwa klien merasa tidak nyaman untuk mendiskusikan masalah tertentu atau bahwa klien tidak sepenuhnya bersikap jujur dan menyembunyikan perasaan yang sesungguhnya. Inkongruensi berkaitan dengan bina rapport yang menentukan klien dapat mempercayai konselor atau tidak.

 

Demikian artikel singkat tentang Teori attending behavior sebagai salah satu keahlian yang harus dikuasai oleh konselor. Semoga artikel Teori attending behavior ini bermanfaat.