Deepapsikologi.com — Manusia adalah mahluk sosial. Ini berarti manusia tidak bisa hidup tanpa orang lain. Dari segi fungsi, fisik dan psikologis manusia membutuhkan orang lain dalam kehidupannya. Apapun yang kita butuhkan di keseharian kita, pasti melibatkan orang lain. Makanan, pakaian, sampai hal remeh temeh yang ada di sekitar kita adalah hasil kerjaan orang lain. Dari segi fisik, tanpa kehadiran orang lain, manusia akan punah dan tidak bisa berkembang biak. Sedangkan secara psikologis, manusia juga butuh penguatan dan afeksi dari orang lain. Manusia butuh perasaan dihargai, mengasihi dan dikasihi, diperhatikan, dan didengarkan. Jika kita kesepian dan hidup sendiri, maka akan mengalami depresi dan frustrasi.
Transaksional dalam sebuah hubungan
Dalam menjalani hubungan, dari dalam keluarga, hubungan pasangan, teman, dan rekan kerja. Hubungan yang baik harus didasari dari interaksi dua arah. Hubungan yang baik harus ada keseimbangan. Jika tidak, maka akan ada pihak yang ‘diuntungkan’ dan pihak yang ‘dirugikan’. Maka, interaksi atau hubungan itu harus saling menguntungkan. Secara psikologis khususnya. Satu pihak yang memberi harus berbalas dengan pihak lainnya memberi. Misalnya, dalam komunikasi dengan teman, kita perlu berbicara tetapi juga harus mau mendengarkan teman yang berbicara. Akan susah jika kita hanya mau didengarkan, tetapi tidak mau mendengarkan dan memperhatikan teman kita.
Sehingga, hubungan yang sehat secara psikologis adalah hubungan yang saling mendukung dan memelihara satu sama lain. Di dalam hubungan yang sehat, ada terpenuhinya kebutuhan rasa aman, kasih sayang, perhatian, penghormatan, kepercayaan satu sama lain.
Dalam kenyataannya, banyak orang dalam berinteraksi dengan yang lain tidak merasakan keseimbangan hubungan. Banyak orang yang merasa tertekan dengan pasangan yang posesif dan mencurigainya terus. Banyak orang yang merasa dimanfaatkan oleh teman, karena teman tersebut hanya ada saat sedang susah. Jika sedang senang, teman tersebut tidak pernah mengajaknya. Dalam interaksi seperti itu, bukannya perasaan aman yang didapatkan tetapi malah muncul perasaan tidak nyaman. Bukannya merasa bebas, tetapi malah merasa lelah dengan segala perilakunya.
Hubungan yang tidak seimbang tersebut, sehingga mengakibatkan pihak lain tertekan dan menderita bisa kita kategorikan sebagai toxic relationship. Toxic relationship atau hubungan yang toxic, yang bermasalah harus kita kaji lebih jauh pada diri kita. Apakah kita merupakan korban dari toxic relationship. Atau secara tidak langsung, kitalah pelaku toxic bagi interaksi dengan pasangan, atau teman. Seringkali bahkan sebagian besar, pelaku toxic dalam interaksi tidak menyadari perilakunya bermasalah. Banyak juga yang menyadari karena akhirnya dia dijauhi oleh teman, atau diputus pacar, atau sering berkonflik dengan pasangan.
Tanda-tanda hubunganmu sedang dalam kondisi toxic
Ada beberapa indikator atau tanda yang menunjukkan bahwa hubungan kita sedang dalam fase toxic atau bukan. Berikut adalah beberapa tanda-tandanya:
-
Mengungkit-ungkit kebaikan dan kesalahan
Jika kamu dan pasangannya sering berkonflik karena lebih merasa berkorban dibandingkan yang lainnya. Dalam pandanganmu, kamu sangat merasa berkorban, sedangkan pasanganmu selalu banyak salah. Pandangan tersebut jatuhnya menjadi mengungkit-ungkit kesalahan satu sama lainnya. Bukannya, berfokus untuk menyelesaikan sumber permasalahan konflik dengan pasangan. Tetapi malah diisi dengan stigma dan asumsi tanpa dasar. Sehingga, pola konflik seperti ini, seringkali akan terjadi terus menerus. Dan tidak dicari titik temu penyelesaian masalah.
-
Posesif dan Cemburu yang berlebihan
Cemburu merupakan tanda cinta. Tetapi, jika cemburu berlebihan akan menyiksa pasanganmu. Perasaan cemburu yang berlebihan dan posisif bisa muncul dari banyak hal. Diantaranya adalah kesalahan pola asuh orangtua, ketidakpercayaan, pengalaman traumatis yang dilakukan pasangan, dan selalu berburuk sangka. Posesif akan membuat pasangan merasa tertekan, terikat dan tidak dipercaya. Sehingga, orang yang memiliki pasangan posesif, seringkali lebih baik melakukan hal tanpa harus memberitahukan pasangannya. Karena merasa repot kalau banyak dibatasi. Hubungan yang dipenuhi dengan posesif bisa menyebabkan perpisahan dan perceraian pasangan.
-
Menyalahkan pasangan atas hal yang tidak dilakukannya
Seringkali orang seperti ini tidak mampu mengintrospeksi diri. Orang yang tidak memiliki tilikan diri akan cenderung susah bersikap objektif. Seringkali justru kesalahan-kesalahan yang dilakukannya, namun malah menyalahkan pasangan. Misalnya, bangun kesiangan sehingga terlambat bekerja. Harusnya dia mengerti itu adalah kesalahannya sendiri. Tetapi malah menyalahkan pasangannya, karena tidak mau membangunkannya lebih awal. Orang seperti itu tidak memiliki tanggung jawab terhadap dirinya yang bagus. Dan akan menjadi pola terhadap segala kesialan yang dialaminya untuk dilimpahkan ke orang lain. termasuk ke pasangannya.
-
Suka mengeluh dan rapuh
Kalau istilah jaman sekarang adalah rempong. Orang yang rapuh akan cenderung suka mengeluh. Bahkan untuk hal-hal yang sederhana, remeh temeh yang seharusnya tidak perlu dipikirkan. Untuk orang-orang seperti ini, akan mengeluhkan kepada orang terdekatnya. Yaitu pasangannya. Jika kita sering dikeluhkan secara terus menerus, maka akan tidak nyaman juga menghadapi pasangan sepeti ini.
-
Hubungan yang sangat perhitungan
Hubungan yang baik memang harus dua arah. Saling memberi dan menerima. Dalam hubungan yang baik harus ada unsur ‘ikhlas’. Karena akan menjadikan pemberian dan pengorbanan tanpa beban. Tetapi, jika sangat perhitungan dalam pemberian, tentu tidak mengenakkan. Seseorang bisa jadi sering mengungkit-ungkit kebaikan yang telah diberikan.
-
Pribadi yang tidak bahagia
Pasangan atau teman bisa saja bersikap menyenangkan kita. Tetapi respon kita lah yang penting. Karena kalau kita tidak bahagia… pasangan yang baik tidak akan menyenangkan kita. Kebahagiaan adalah urusan personal. Seseorang bisa menularkan kebahagiaan ke pasangan jika kita bahagia. Begitu pula dengan sebaliknya, pasangan menjadi tidak bahagia karena kita kita bahagia.
Upaya mengatasi Toxic Relationship
Poin-poin di atas adalah beberapa kriteria untuk mengukur apakah hubungan seseorang toxic atau bukan. Garis besar penyebab hubungan toxic relationship adalah permasalahan kedewasaan/kekanak-kanakan seseorang, kondisi traumatis, dan faktor kesehatan mental.
Setelah kita mengetahui kriteria toxic ada di diri kita dan di pasangan kita. Maka pertanyaannya adalah apa yang harus kita lakukan? Hubungan yang penuh dengan toxic akan memunculkan permasalahan psikologis bagi orang-orang di sekitarnya. Dapat menimbulkan perasaan tertekan, konflik, dan amarah. Sehingga toxic relationship harus diselesaikan untuk mendapatkan hidup yang bahagia, produktif dan sehat.
Menggali dan menyelesaikan sumber toxic yang berasal dari diri sendiri
Pertama kita perlu menggali secara objektif pada diri sendiri, dan meminta penilaian dari pasangan dan orang terdekat. Apakah kita bersikap tidak baik kepada mereka. Jika memang kita bersikap tidak baik mengarah ke perilaku toxic. Maka, step awal adalah mengakuinya. Karena, kebanyakan orang toxic tidak mau mengakui perilaku buruknya. Dengan mengakui perilaku negatifnya, maka orang tersebut sudah berpeluang untuk melakukan tahapan kesembuhan hubungan.
Jika sumber permasalahan toxic tersebut setelah digali, berasal dari kesalahan parenting orangtua, atau adanya traumatis. Maka, langkah selanjutnya adalah memaafkan diri sendiri. Setelah berusaha memaafkan diri sendiri, selanjutnya adalah bersedia menerima masukan dari pasangan dan orang lain. memang mau meminta maaf dan menerima masukan bagi sebagian orang adalah hal yang sangat menjatuhkan ego. Setiap kali perasaan ego jatuh, maka perlu kita memotivasi ke diri sendiri lagi. Bahwa sikap tersebut adalah demi mendapatkan hubungan yang sehat, dan tidak menyakiti pasangan.
Toxic dari pasangan dan orang lain
Jika sumber permasalahan toxic berasal dari pasangan. Maka kita perlu memberikan evaluasi dan masukan secara pelan-pelan. Tanpa pasangan merasa terhakimi. Jika pasangan sadar dan mau memperbaiki sikap akan sangat bagus. Tetapi jika pasangan tidak terima dan tidak merasa, maka kita perlu meminta bantuan tenaga ahli, seperti terapis, penasehat agama, dan psikolog.
Jika sumber toxic berasal dari lingkaran pertemanan yang tidak ada ikatan intimasi, tentu lebih mudah. Karena jika teman tersebut tidak bisa kita nasehati dengan baik dan perlahan. Kita hanya perlu mengambil jarak bahkan menjauhinya.
Tetapi jika toxic ada di pasangan, maka upaya akan lebih berat. Jika kita tidak bisa menyelesaikan dengan cara sendiri. Kita perlu minta bantuan pihak lain. yang sekiranya sangan dihormati dan didengarkan oleh pasangan. Ataupun oleh pihak yang netral seperti tokoh agama dan psikolog.
Deepa psikologi sebagai biro psikologi menyediakan layanan konseling baik individu maupun pasangan. Jika Anda hendak melakukan konseling terkait permasalahan pasangan, bisa melakukan konsul kepada psikolog sebagai salah satu upaya solusinya. Dan Deepa psikologi menawarkan psikolog untuk membantu anda dalam menangani pasangan yang toxic, membangun hubungan yang lebih sehat dan bahagia.