Menjadi pewawancara adalah sebuah profesi atau tugas yang perlu dimiliki dengan keahlian. Bukan asal mengobrol dan berdialog. Wawancara berbeda dangan percakapan yang sedang dilakukan dalam keseharian. Sedangkan asumsi masyarakat, wawancara banyak dihubungkan dengan panggilan kerja, obrolan talkshow yang ada di televisi dan seleksi masuk kampus. Padahal wawancara lebih dari itu. Wawancara adalah sebuah teknik penggalian data.
Dalam psikologi, metode wawancara adalah salah satu metode asesmen psikologi yang pertama kali dan paling sering digunakan dibandingkan alat lain dalam penelitian dan proses penggalian informasi. Di dalam penelitian kualitatif, proses penggalian melalui wawancara dalam penelitian digunakan sebagai metode utama penggalian informasi. Penelitian kualitatif yang menggunakan wawancara sebagai sumber penggalian utama banyak dipakai dalam penelitian kualitatif deskriptif dan penelitian kualitatif fenomenologi.
Itulah kenapa, keterampilan pewawancara harus menjadi keahlian dasar yang perlu dimiliki oleh setiap ilmuan psikologi. Karena dapat diaplikasikan untuk penggalian data dan teknik yang paling mudah dilakukan karena tidak perlu banyak persiapan alat tes. Tahapan wawancara digunakan di banyak bidang, mulai dari evaluasi kerja, seleksi karyawan, konseling klinis dan pendidikan, dan sebagainya. wawancara ditujukan untuk melengkapi informasi yang dibutuhkan oleh pimpinan perusahaan sebagai pertimbangan langkah selanjutnya.
Bahasan tentang dasar-dasar wawancara psikologi bisa diakses di channel youtube deepa psikologi. Dalam video ini…
Keterampilan pewawancara yang perlu dikuasai
Dikarenakan wawancara sebagai keahlian penggalian data, maka diperlukan keahlian yang perlu dikuasai sebagai pewawancara. Berikut adalah beberapa keahlian yang dibutuhkan:
-
Kemampuan Mendengarkan
Kelihatan mendengar adalah hal yang sepele dan tidak perlu berlatih. Karena setiap orang punya telinga berfungsi akan otomatis mendengar. Tetapi ‘mendengar’ dan ‘mendengarkan’ secara substansi berbeda. Mendengar adalah masuknya informasi suara ke telinga untuk diterima otak. Tetapi mendengarkan, prosesnya lebih panjang dari itu. ‘Mendengarkan’ lebih ke arah memahami yang disampaikan, dan perilaku membiarkan orang di depan kita berbicara dan tidak menginterupsinya.
Ada orang yang ketika mengobrol dengan seseorang didepannya. Dia mendengar, tetapi tidak mau mendengarkan masukannya atau ceritanya. Dia lebih mempertahankan ego diri sendiri dengan tidak mau menerima masukan atau tidak mau memahami apa yang disampaikan orang di depannya. Itulah kemampuan mendengarkan. Kemampuan ini sangat dibutuhkan dalam teknik wawancara. Dalam kemampuan mendengarkan secara kreatif dan empatik diperlukan agar dapat mengorek lebih dalam informasi yang disampaikan. Kemampuan menggali informasi merupakan kunci dalam proses wawancara. Menjadi pendengar yang baik berarti harus dapat memberikan perhatian penuh pada klien. Pendengar yang baik perlu memusatkan perhatiannya pada bagaimana seseorang mengatakannya, latar belakang cerita, dan dinamika psikologis dari kejadian atau kondisi seseorang tersebut. Perhatian pewawancara tidak hanya terpusat pada klien. Tetapi juga dirinya perlu ‘sadar’ terhadap kebutuhan, nilai dan standar yang dimiliki klien.
Tiga macam mendengarkan dalam proses wawancara, yaitu:
- Mendengarkan kritis (critical listening), sebagai metode positif dalam mendengarkan. Metode ini cenderung tidak banyak feed back, dan hanya berfokus pada apa yang ingin didengarkan.
- Mendengaran aktif atau active listening, sebagai metode yang bisa menyediakan pemahaman bagi dirinya sendiri maupun dalam memberi feedback. Dalam metode perlu keahlian untuk mendengarkan, memahami, menafsirkan, dan mengevaluasi apa yang ia dengar.
- Empati dalam mendengarkan (emphathic listening). Metode mendengarkan empati, secara aktif menggunakan pendekatan client-centered approach dalam teori Rogers. Keahlian yang perlu dimiliki adalah kemampuan untuk merasakan (sensing), memproses (prosessing) dan merespon (responding) secara empati. Metode mendengarkan secara empati merupakan suatu cara untuk dapat lebih memahami perasaan-perasaan yang diterima oleh klien.
2) Membangun raport untuk mengungkapkan informasi sensitif
Seringkali orang tidak mau mengatakan persoalannya secara langsung. Banyak tema-tema bahasan wawancara yang sensitif bagi klien. Dalam kondisi tertentu klien tidak pernah atau tidak terbiasa berbicara masalah pribadi kepada orang asing atau orang lain. Ada juga klien merasa tidak nyaman untuk menyampaikan bahasan ke kita. Atau klien merasa topik pembicaraannya tidak aman disampaikan kepada orang lain. Sehingga, untuk mengungkapkan hal-hal sensitif dan mendasar tersebut, butuh teknik sendiri agar klien mau menceritakan yang sebenarnya.
Misalnya, ketika menjadi konselor, kita dihadapkan pada klien dengan kasus perselingkuhan atau seseorang dengan kasus pencandu narkotika. Klien harus ‘diyakinkan’ secara psikologis agar bisa menceritakan kepada kita. Walaupun di awal ada kekhawatiran kalau menceritakan maka aibnya dan keluarganya akan diketahui. Atau bisa saja ada kekhawatiran takut dilaporkan ke polisi, karena posisinya sebagai pecandu dan pemakai narkoba. Tetapi, sebagai konselor.. harus bisa memastikan bahwa klien aman dan nyaman berbicara kepada dirinya. Proses itu dimaknai sebagai proses membangun raport. Dimana konselor sudah satu frekuensi untuk menerima informasi dari klien, dan mendapati klien telah nyaman dan merasa aman berbicara kepadanya.
artikel lainnya, psikotes online
3) Mengobservasi suara, pembicaraan/ucapan dan perilaku
Dalam proses wawancara, kemampuan lain yang perlu dimiliki dalam keterampilan pewawancara adalah “membaca” simbol dan aktivitas klien yang tidak disadari. Dalam beberapa kondisi, hal yang tidak disadari yang muncul dalam perilaku dan intonasi suara, jauh lebih penting dari apa yang disampaikannya. Seperti kita ketahui dalam ilmu psikologi, ketidaksadaran memiliki porsi jauh lebih besar daripada aktivitas kesadaran dalam setiap aktivitas kita. Keterampilan pewawancara khususnya konselor yaitu perlu memiliki keahlian memahami teori-teori ketidaksadaran, dan bisa diterapkan ke klien. Hal ini nampak pada penekanan suara dan kata-kata tertentu, rasa gelisah, keringat yang tiba-tiba keluar, bahasa tubuh, kata-kata yang diulang, raut muka saat mengatakan kata tertentu, dan aktivitas menahan diri. Ada simbol-simbol dan clue tertentu yang muncul dari ketidaksadaran, yang jika kita gali maka akan mengarahkan konselor kepada permasalahan mendalam atau sumber permasalahan klien.
Dalam ketidaksadaran khusus untuk kata, suara dan intonasi.. berikut hal yang dapat digunakan sebagai pegangan:
- Intensitas suara, meliputi suara sangat keras, sangat lembut, dan monoton
- Kecepatan pembicaraan, meliputi sangat lambat, tersentak-sentak, monoton, dan sedang
- Kelancaran berbicara , meliputi bloking atau keragu-raguan
- Spontanitas, meliputi spontan, ragu-ragu, tidak dapat lugas, dan malu mengucapkan sesuatu
- Waktu reaksi, meliputi (cepat atau lambat dalam menanggapi pertanyaan baik yang umum
maupun khusus
- Relevansi pembicaraan dengan topic, meliputi relevan atau tidak relevan
- Sopan santun dalam berbicara
- Penyimpangan dalam mengucapkan sesuatu, meliputi ekolalia, dan kata yang bercampur baur
- Pengaturan pembicaraan, meliputi teratur atau melompat-lompat
- Perbendaharaan kata, meliputi banyak atau sedikit kata yang digunakan
- Kualitas suara, meliputi mendesah, parau, atau serak
- Penguasaan pembicaraan, meliputi pengulangan, pembetulan, atau kata tidak komplit
artikel lainnya, jasa psikotes
_______
Demikian adalah bahasan singkat tentang keterampilan pewawancara yang harus dimiliki untuk menggali klien. Semoga artikel ini bermanfaat…