admin No Comments

 Deepapsikologi.comGenerasi Z atau yang bisa dikenal sebagai generasi yang paling berpengaruh dalam perkembangannya. Generasi Z lebih memikirkan pada hal-hal yang terbuka, lebih mengenal dengan teknologi, namun dengan pemikiran hal seperti ini seringkali remaja pada masa generasi Z ini lebih mementingkan dirinya sendiri. Dengan pemikiran yang individual ini yang akan membuat generasi Z mudah menimbulkan stres dalam dirinya. Seseorang yang memiliki kesehatan mental adalah yang mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungannya, dengan begitu setiap manusia perlu adanya dukungan dari orang lain untuk mengatasi setiap permasalahannya, terutama untuk meregulasi diri, sehingga generasi Z bisa mampu untuk mengendalikan emosionalnya dan akan menumbuhkan pribadi yang sehat mental.

Tulisan ini saya dapatkan ketika sedang melaksanakan kegiatan kerja praktik lapangan melalui Observasi dan Wawancara, terdapat dua subjek remaja awal yang berusia 12-14 tahun menggunakan alat komunikasi yaitu Handphone di Yayasan Raudhah Syarifah. Pada subjek pertama ketika sedang selesai kegiatan sekolah, subjek selalu bermain handphone dan tidak jarang memperlihatkannya kepada peneliti, menurut orang tuanya, daripada anaknya susah diatur atau tidak nurut dengan orang tua, lebih baik memberinya handphone dengan begitu anak menjadi lebih pendiam, namun dengan memberinya handphone membuat anak tersebut terlihat lebih individualis dan sedikit mudah marah terhadap temannya, ia sering kali terlihat bermain sepeda dengan sendiri atau melalukan segala suatu hal dengan sendiri. Pada subjek kedua ketika selesai kegiatan sekolah, ia cenderung menggunakan hp untuk melihat video social media, baik youtube maupun Instagram, bahkan menurut ibunya, pernah terlihat bahwa subjek membuka situs-situs web terlarang. Hal ini tentu akan berdampak bagi psikologis anak tertutama dalam hal kesehatan mental

Memahami Generasi Z

Menurut David Stillman, (dalam Ika Ardina, 2017). Saat ini populasi generasi Z di Amerika Serikat mencapai 72,8 juta jiwa, meskipun memiliki kesamaan karakter dengan generasi Y, terutama dalam interaksi dengan teknologi. namun ada beberapa perbedaan terutama dalam hal pekerjaan.

Stillman (dalam Ika Ardina, 2017) mengatakan bahwa perbedaan ini salah satunya disebabkan oleh cara didik orang tua. Orang tua generasi milenial umumnya masih berasal dari generasi baby boomer yang lahir antara tahun 1946 sampai 1964. Mereka mendidik generasi milenial untuk bekerja sama, dengan mengatakan bahwa dua kepala lebih baik daripada satu kepala.  Inilah yang membuat generasi milenial sangat mementingkan kebersamaan dan kerja sama.

 

Dukungan Sosial untuk Membangun Kesehatan Mental Pada Generasi Z

Dukungan Sosial untuk Membangun Kesehatan Mental Pada Generasi Z

Karakteristik Generasi Z

Generasi Z yang umumnya dilahirkan dan dididik oleh orang tua dari generasi X, berpikir sebaliknya; jika ingin mendapatkan hasil yang bagus, kerjakan sendiri. Hal ini disebabkan karena mereka dididik oleh orang tua yang mengatakan dunia penuh dengan kompetisi. Sejak kelahirannya, generasi Z tidak hanya mengenal teknologi, tetapi mereka sudah akrab dengan teknologi dan gawai yang canggih. Mereka juga mampu melakukan berbagai kegiatan yang berhubungan dengan dunia maya dalam satu waktu. Misalnya mereka dapat mengakses situs, sambil melakukan aktivitas dimedia sosial, dan mendengarkan musik.

Perbedaan-perbedaan lain antara generasi milenial dengan generasi Z yang juga disebut sebagai generasi pasca milenial, I-generation, atau generasi plural ini, dikutip dari situs Huffington Post, antara lain lebih tidak fokus. Ini karena generasi Z lebih cepat memperoleh informasi dari pada generasi-generasi sebelumnya, lebih baik dalam hal melakukan pekerjaan ganda atau multi tasking, mereka juga serba bisa.

Generasi Z juga lebih berpikiran terbuka dan global, tetapi lebih individual. Mereka dapat saja memilih untuk tidak menyelesaikan sekolah dan terjun ke dunia kerja, lalu kemudian melakukan sekolah secara online untuk memperoleh gelar. Karena mereka percaya gelar sarjana memang penting untuk menunjang karier mereka. Mereka berjiwa wirausaha. Bagi generasi Z, penghasilan yang diperoleh dari hobi bukanlah penghasilan tambahan, karena mereka menganggap hobi adalah pekerjaan, dan pekerjaan mereka adalah hobi. Dan pastinya mereka lebih ramah teknologi, bagi mereka teknologi dapat melakukan apa saja, termasuk belajar dan bekerja.

 

Teori yang Membahas Definisi dari Generasi Z

Menurut Kupperschmidt  (Putra, 2016) Generasi adalah sekelompok orang yang memiliki kesamaan tahun lahir, umur, lokasi dan juga pengalaman historis atau kejadian-kejadian dalam individu tersebut yang sama yang memiliki pengaruh dalam fase pertumbuhan mereka. Jadi, dapat dikatakan pula bahwa generasi adalah sekelompok individu yang mengalami peristiwa-peristiwa yang sama dalam kurun waktu yang sama pula.

Generasi Z merupakan generasi yang paling muda yang baru memasuki angkatan kerja. Kelompok generasi ini biasanya disebut dengan generasi internet atau I-generation. Generasi Z lebih banyak berhubungan sosial lewat dunia maya. Sejak kecil, generasi ini sudah banyak dikenalkan oleh teknologi dan sangat akrab dengan smartphone dan dikategorikan sebagai generasi yang kreatif. Karakteristik pada generasi Z ini lebih menyukai kegiatan sosial dibandingkan generasi sebelumnya, lebih suka di perusahaan start up, multitasking, sangat menyukai teknologi dan ahli dalam mengoperasikan teknologi tersebut, peduli terhadap lingkungan, mudah terpengaruh terhadap lingkungan mengenai produk (Born Between, 2010).

Menurut penelitian American Psychological Association (APA) tahun 2018 berjudul “Stress in America: Generation Z”, anak muda usia 15 sampai 21 tahun adalah kelompok manusia dengan kondisi kesehatan mental terburuk dibandingkan dengan generasi-generasi lainnya. Mereka adalah generasi Z, atau yang diartikan Taylor & Keeter (2010) sebagai orang-orang yang lahir pada tahun 1993 sampai tahun 2005. Adapun dari lima kelompok generasi lainnya yaitu silent generation, baby boomers, generation X, dan millennials, generasi Z merupakan golongan termuda. Penelitian yang dilakukan APA tersebut melibatkan wawancara dengan 3500 terwawancara berumur 18 tahun ke atas, dan 300 wawancara dengan terwawancara usia 15 sampai 17 tahun. Menurut penelitian APA tersebut, diperoleh hasil bahwa sebanyak 91 persen generasi Z mempunyai gejala-gejala emosional maupun fisik yang berkaitan dengan stres, seperti depresi dan gangguan kecemasan. Stres adalah faktor terbesar penyebab buruknya kesehatan mental generasi Z (dikutip dari: http://muda.kompas.id, 2019).

 

Teori tentang Kesehatan Mental

Bicara mengenai kesehatan mental, ada baiknya terlebih dahulu memahami konsep sehat. Menurut World Health Organization atau yang selanjutnya di singkat menjadi WHO (dalam Wildan Yuliansyah, 2016), sehat adalah suatu keadaan sempurna, baik fisik, mental, maupun social. Sehat tidak hanya terbebas dari penyakit atau kelemahan cacat. Undang-undang  No. 23 Tahun 1992 (dalam Wildan Yuliansyah, 2016), tentang kesehatan menyatakan bahwa sehat adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan social yang memungkinkan hidup produktif secara sosial dan ekonomi.

Tingkat kesehatan seseorang dapat ditingkatkan dan dioptimalkan. Tidak hanya memandang bagaimana seseorang sembuh dari saktinya, tetapi bagaimana meningkatkan kesehatan seseorang menjadi lebih optimal (Wildan Yuliansyah, 2016). Meningkatkan kesehatan yang dimaksud adalah cara-cara seperti olahraga, mengonsumsi suplemen (makanan atau minuman tambahan), fitness, dan lain-lain. Selain dapat menjaga seseorang tetap dalam kondisi sehat, cara-cara tersebut dapat meningkatakan fungsi-fungsi organ tubuh sehingga dapat mengoptimalkan kondisi sehatnya untuk melakukan berbagai kegiatan yang produktif (Wildan Yuliansyah, 2016).

 

Sifat-sifat yang Melekat pada Orang yang Sehat Mental

Para ahli kesehatan mental mengatakan bahwa terdapat tiga sifat yang melekat pada orang yang sehat mental (Wildan Yuliansyah, 2016).

  1. Dia memiliki pandangan yang sehat (benar) terhadap kenyataan. Kenyataan diartikan sebagai segala kondisi dan keadaan yang menempel pada diri seseorang, baik itu tentang dirinya sendiri maupun situasi disekitarnya. Dia mampu melihat kemampuannya dan memaksimalkan potensi yang dimiliki untuk kelangsungan hidupnya. Seseorang yang bisa menerima diri sendiri apa adanya juga kenyataan dihadapannya, akan mampu melihat dari sudut pandang yang benar. Dia bisa memanfaatkan kemampuan dirinya, sehingga dapat mengaktualisasikan diri sesuai bidang dan kondisi kehidupan yang sedang dijalaninya.
  2. Cakap dan pandai menyesuaikan diri dengan segala kemungkinan hidup serta bisa mengatasi masalah yang sedang dihadapinya. Hidup penuh dengan segala kemungkinan. Sekuat apapun kita berusaha, kenyataan yang akan terjadi di waktu mendatang tidak akan bisa kita pastikan. Seseorang yang bermental sehat selalu siap menghadapi segala kemungkinan dan mudah menyesuaikan diri dalam keadaan apapun. Begitu pula masalah-masalah yang sedang terjadi, akan dihadapi, dan diatasi dengan baik.
  3. Mencapai kepuasaan pribadi dan ketenangan hidup tanpa merugikan orang lain. Hal ini merupakan keadaan manusia berada pada puncak aktualisasi dirinya. Kebutuhannya secara jasmani atau fisik, psikis atau jiwa, dan sosial terpenuhi, sehingga dia mencapai ketenangan hidup tanpa harus menyakiti orang lain.

 

Hal-Hal yang Dapat Membentuk Kesehatan Mental

Prgram promosi kesehatan mental dan dukungan sosial dapat membentuk kesehatan mental. Promosi kesehatan mental pada umumnya tidak berbeda dengan promosi pada kesehatan masyarakat. Hal ini karena promosi fisik mempengaruhi peningkatan kesehatan mental. Program peningkatan kesehatan mental ini dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis program, yaitu melalui program komersial, kelompok atau organisasional, dan komunitas (Wildan Yuliansyah, 2016).

  1. Program-program kesehatan mental komersial, adalah program-program dalam bentuk jasa atau produk yang ditawarkan oleh suatu pihak tertentu. Biasanya organisasi atau jaringan bisnis yang mampu meningkatkan atau menjaga kesehatan psikologis. Program-program yang bersifat komersial ini misalnya pendidikan khusus bagi anak-anak berbakat, permainan-permainan kratif untuk anak-anak, bahan-bahan bacaan dan obat-obatan yang dapat merangsang pertumbuhan otak.
  2. Program-program kesehatan mental yang dikembangkan melalui kelompok atau organisasi, adalah program-program yang tidak mencari keuntungan. Program anti alcohol dan anti rokok yang dijalankan oleh LSM merupakan bentuk program-program dalam kategori ini.
  3. Program komunitas, adalah program promosi kesehatan mental yang dilaksanakan secara sukarela oleh masyarakat secara umum, tidak terorganisasi secara rapi, dan tidak bersifat komersial. Gerakan-gerakan kemasyarakatan, misalnya, sadar hukum adalah bentuk program promosi kesehatan mental kategori ini.

 

Program untuk Promosi Kesehatan Mental

Berbagai program yang dapat dikembangkan untuk promosi kesehatan mental antara lain :

  1. Peningkatan keterampilan sosial pada orangtua, wanita, pasangan suami-istri.
  2. Membantu individu untuk menjalankan tahap perkembangan khusus dan transisi seperti memulai sekolah, memasuki masa remaja, pengalaman menjadi orang tua, pengunduran diri, dan masa tua.
  3. Meningkatkan keterampilan hubungan antarpribadi (interpersonal) yang bersifat khusus seperti asertif (tegas bertanggung jawab), komunikasi, pemecahan konflik, dan pemecahan masalah.
  4. Membantu orang menangani situasi yang menimbulkan stress.

Selain itu, adapun program lain untuk membangun kesehatan mental pada generasi Z. Setiap manusia pasti membutuhkan bantuan dari orang lain, maka dari itu perlunya adanya dukungan sosial untuk menyelesaikan suatu permasalahan, terutama pada generasi Z.  Metode yang digunakan adalah penerapan dukungan sosial untuk membangun kesehatan mental pada generasi Z. Subjek diminta untuk melakukan kegiatan pembelajaran secara berkelompok, seperti: (1) Menggambar, (2) Membuat percakapan antara teman, (3) kemudian subjek diminta untuk berdiskusi dengan teman sebayanya. Pada akhir pertemuan melakukan kegiatan Outbound yaitu kegiatan perlombaan atau permainan berkelompok pada remaja awal agar anak dapat bekerja sama dengan baik terhadap lingkungan sosialnya

Memahami Dukungan Sosial

Dukungan sosial menurut Sarason (Kumalasari & Ahyani, 2012) yaitu keberadaan, kesediaan, kepedulian dari orang-orang yang dapat diandalkan, menghargai, menyayangi. Sarafino (2011) mengemukakan bahwa dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, penghargaan dan bantuan yang dipersepsi oleh individu yang diterimanya dari orang atau sekelompok orang. Saat seseorang didukung oleh lingkungan maka segalanya akan terasa lebih mudah. Dukungan sosial yang diterima dapat membuat individu merasa tenang, diperhatikan,dicintai, timbul rasa percaya diri dan kompeten (Usfuriyah, 2014).  Adapun aspek-aspek dukungan sosial menurut House (Smet, 1994) adalah dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental dan dukungan informasi. Maka dari itu dukungan sosial teman sebaya dan keluarga sangat penting bagi perkembangan anak. Dengan adanya keterlibatan teman dan keluarga dalam pembelajarannya, anak akan lebih bersemangat untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan sekolah. Hasil ini dapat menunjukkan bahwa dukungan sosial cukup efektif diterapkan pada generasi Z dan membantu anak-anak dalam kegiatan pembelajarannya.

 

Sumber Kepustakaan dari artikel Dukungan Sosial dan Kesehatan Mental

Yuliansyah, Wildan. 2016. Kesehatan Masyarakat Kesehatan Mental.

Surakarta: PT Borobudur Inspira Nusantara

Haryadi, Selma Kirana. 2019. Darurat Kesehatan Mental Generasi Z.

Dikutip dari : https://muda.kompas.id/baca/2019/04/12/darurat-kesehatan-mental-generasi-z/

Lazuardi, Nugroho.  2016. Pengaruh Intervensi Support Group Terhadap Kualitas

Hidup Pasien  Penyakit Ginjal  Kronis yang Menjalani Himodialisa.

Di kutip dari : https://eprints.undip.ac.id

Gladding, Samuel T. 2012. Konseling Profesi yang Menyeluruh,

edisi keenam. Jakarta: Indeks

Ardina, Ika. 2017. Mengenal Generasi Z.

Dikutip dari: https://beritagar.id/artikel/gaya-hidup/mengenal-generasi-z

Haryadi, Kirana. 2019. Darurat Kesehatan Mental Generasi Z.

Dikutip dari: https://muda.kompas.id/baca/2019/04/12/darurat-kesehatan-mental-generasi-z/

Mahpur, Mohammad.2017, Memantapkan Analisis Data Kualitatif Melalui

Tahapan Koding, Tersedia: http://repository.uin-malang.ac.id/800/2/koding

Kamus Besar Bahasa Indonesia. [ Online ]. Tersedia di

Kbbi.kemdikbud.go.id/entri/religious. Diakes 15 Maret 2019.

Kumalasari, Fani & Ahyani, Latifah, Nur. 2013. Hubungan Dukungan Sosial

Dengan Penyesuaian Diri Remaja di Panti Asuhan. Jurnal Vol, 1 no. 1. Universitas: Maria Kudus.

Sarafino, Edward. P., & Smith, Timothy. 2011. Health  Psychology

Biopsychological Interactions: Stress, Biopsychological Factors, and Ilness. 7th Edition. Canada: Jhon Wiley & Sons, Inc.

Sarason, I dan Sarason, B.R. 2007. Social Support Theory Research and

Aplication. Baston: Martinus Hijhott.

Smet, Bart. (1994). Psikologi Kesehatan. Jakarta: Grasindo.

Yasri, HT. 2014, BAB II Kajian Pustaka, Tersedia:

http://etheses.uin-malang.ac.id/797/6/10410001/

Davison, Gerald C.2006, Psikologi Abnormal, Depok: PT Raja Grafindo Persada.

 

 

Ditulis oleh : Rama Adhi Putra, 16 Januari 2019

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *