admin Tidak ada komentar

Self Injury atau Self harm masih dianggap tabu untuk dibicarakan. Adanya anggapan bahwa self-injury hanya aksi untuk mencari perhatian, tidak tahu rasa bersyukur terhadap hidup, atau sesuatu yang menakutkan turut menjadi alasan. Sehingga, orang yang melakukan self injury tidak terbuka ke masyarakat. Karena akan di cap negatif. Sebagai orang yang bermasalahan dan mengalami ‘kegilaan’. Padahal, bisa saja di antara kita, atau bahkan diri kita sendiri pernah melakukan, lalu merasa bingung untuk terbebas dari  perilaku melukai diri sendiri.

Jadi, Apa yang sebenarnya terjadi pada mereka yang melakukan upaya melukai diri sendiri ? Bagaimana kita memahami mereka.. alasan dibalik upaya melukai diri sendiri dan bagaimana menyikapinya. Di artikel ini akan kami bahas secara singkat.

 

Apa itu Self injury?

Self injury adalah ketika seseorang menyakiti diri sendiri sebagai cara untuk mengatasi, mengungkapkan, atau bertahan dari keadaan yang sangat sulit. Kondisi ini masuk dalam kategori non-suicidal self injury. Hal ini karena seringkali perilaku melukai diri sendiri tidak dibarengi dengan ide bunuh diri/ menghilangkan nyawa pribadi. Mereka cenderung melukai bagian tubuh tertentu yang tidak vital dan rawan.

Berbeda dengan dorongan bunuh diri yang walaupun seperti melukai diri sendiri tetapi ada upaya untuk mengakhiri hidup. Walaupun sama-sama ada aktivitas menyayat pergelangan tangan. Orang dengan self injury tidak menyasar titik nadi, dan tidak menyayat terlalu dalam. Dan yang paling penting, tidak ada bayangan, keinginan, dan dorongan untuk menyayat nadi agar dapat meninggal dunia. Orang dengan dorongan bunuh diri menyayat untuk tujuan agar meninggal. Hal ini membuat orang dengan dorongan aktivitas self injury nampak tidak berbahaya karena tidak ada aktivitas mengakhiri hidup.

Tetapi dalam kajian kesehatan mental, segala upaya menyakiti diri sendiri adalah perilaku yang perlu dihindari karena dapat mengganggu fungsi hidup. Orang dengan gangguan fungsi mental akan susah mengaktualisasi diri, dan cenderung sibuk memikirkan permasalahan dirinya sendiri. Dari segi prestasi akademik dan karir akan menurun, kurang bisa berkontribusi ke masyarakat, aktivitas religiusitas terganggu, dan interaksi dengan keluarga dan pasangan bermasalah. Sehingga perilaku self injury harus diselesaikan.

 

Berikut adalah video materi webinar self harm

Metode Self injury yang digunakan

Menyakiti diri dapat dilakukan secara fisik secara kasur maupun menyakiti fisik secara halus. Upaya menyakiti fisik secara kasar seperti

  • menyayat,
  • mencakar,
  • memukul,
  • menggigit,
  • membenturkan kepala ke dinding,
  • menarik rambut,
  • menelan sesuatu yang berbahaya, atau overdosis zat tertentu.
  • Membakar diri

Sedangkan menyakiti diri juga dapat dilakukan secara halus seperti,

  • tidak memerhatikan kondisi fisik,
  • tidak mau berobat ketika sedang sakit. Ingin berlama-lama dan tetap dalam kondisi sakit.
  • tidak memedulikan kebutuhan emosional,
  • menempatkan diri pada situasi yang berbahaya.

 

Data Kasus Self Injury

Umumnya kemunculan Self Injury  pertama kali pada usia remaja 13-14 tahun. Berdasarkan sebuah penelitian didapatkan data bahwa,

  1. Pada anak-anak dan remaja diperoleh tingkat prevalensi self injury antara 1.5-5.6% (pada tahun 2014),
  2. pada remaja yaitu 49.2% (pada tahun 2014),
  3. dewasa awal yaitu 37% (pada tahun 2015).

Secara umum pelaku perilaku melukai diri sendiri berada di usia remaja dan dewasa awal, dengan tingkat prevalensi 36.9-50% (Glenn & Klonsky, 2013).

 

Lantas, bagaimana dengan data Self Injury di Indonesia? Di Indonesia, data yang sesungguhnya terkait pelaku melukai diri sendiri sulit ditemukan. Hal ini terkait faktor budaya. Dimana orang dengan permasalahan melukai diri sendiri tidak terbuka dan cenderung menutup diri. Namun, banyak laporan kasus yang masuk ke rumah sakit lebih sering dianggap sebagai upaya bunuh diri. Sehingga ada kerancuan diagnosa antara pengidap self injury denagn self drive suicide. Padahal ide bunuh diri dan kasus self injury memiliki penanganan yang berbeda. Dibutuhkan juga pendekatan yang berbeda untuk membantu menyelesaikan permasalahan tersebut.

 

Baca Juga: Hal yang Wajib Dipersiapkan Sebelum ke Konsultan Psikologi

dan Persiapan Terpenting Sebelum Anda Datang ke Konsultan Psikologi

 

Mengapa mereka melakukan Self Injury?

Apa yang terjadi pada pelaku Self Injury? Perilaku melukai diri sendiri merupakan pendekatan patologis dalam upaya pengelolaan emosi dan pencarian problem solving saat menghadapi situasi sulit. Pelaku melukai diri sendiri berharap mendapatkan rasa lega secara cepat dari pikiran, perasaan, dan emosi yang mengganggu dengan cara menyakiti diri sendiri.

Self Injury: Keinginan untuk melukai diri sendiri

Dan tidak bisa dipungkiri juga self injury dilakukan untuk mencari perhatian, penguatan dari lingkungan sekitar, dan menghindar dari tuntutan interpersonal yang tidak menyenangkan. Namun setelah metode self injury ini dilakukan beberapa kali sebagai proses coping menghadapi tekanan. Umumnya terjadi upaya melakukan self injury terus menerus ketika menghadapi masalah baru. Kemudian orang dengan self injury akhirnya akan sulit untuk tidak melakukannya. Hal ini karena melukai diri sendiri sudah menjadi mekanisme tersistem dalam diri ketika menghadapi tekanan yang muncul.

Pada dasarnya, ada berbagai macam alasan yang melatarbelakangi dorongan melukai diri sendiri. Namun, alasan tersebut pun adalah ‘persoalan personal’ bagi setiap orang.

 

Baca Juga: Cara Cepat Mengatasi Masalah dengan Program Psikotes Online

dan tes psikologi online

 

Alasan Personal Pelaku Self Injury

Secara garis besar, ada alasan pribadi mengapa seseorang terdorong melukai diri sendiri. Yaitu:

  1. Pengaruh Masa Kecil. Beberapa orang diajarkan bahwa kita tidak boleh merasa kecewa, sehingga saat mengalami emosi negative ia akan sering mendapat ejekan dan tidak berani bercerita ke lingkungan sekitar
  2. Sulit mengekspresikan emosi. Merasa sulit untuk mengungkapkan dengan kata-kata terhadap emosi negative yang dirasakan membuat seseorang memilih menyakiti dirinya

  1. Konsep diri negatif. Memandang buruk diri sendiri menjadi self harm sebagai upaya pengalihan emosi yang dirasakan. Ia akan lebih lega karena telah megalihkan kebencian, kemarahan, kesediha pada sakit fisik
  2. Menghukum diri sendiri. Mereka meyakini bahwa mereka telah melakukan kesalahan (bahkan mungkin kesalahan itu belum dilakukan) dan merasa mereka pantas untuk mendapatkan hukuman dengan menyakiti diri sendiri
  3. Kontribusi Gangguan Mental Pada Perilaku melukai diri sendiri. Kondisi mental akan sangat berpengaruh pada pengelolaan emosi. Ketidakmampuan melakukan coping stress atau malah mekanisme coping yang monoton membuat pelaku self injury hanya mengetahui cara “melukai” untuk menyelesaikan gejolak emosi secara cepat.
  4. Tekanan psikologis dan rasa tidak berdaya pada individu dengan gangguan mental, rentan memicu munculnya self harm. Beberapa orang yang melakukanself-harm, didiagnosa mengalami gangguan mental dalam dirinya. Gangguan mental seperti, depresi, kecemasan, skizofrenia, atau gangguan kepribadian lainnya.

Sebuah survei yang dilakukan di Inggris menemukan, orang yang memiliki gejala gangguan mental cenderung lebih banyak yang menyakiti dirinya di masa lalu.

 

Bagaimana upaya mengatasi self Injury

  1. Hindari melakukan diagnosa secara mandiri. Saat mulai menyadari adanya gejala self harm atau gangguan mental lainnya jangan melakukan diagnosa secara mandiri, tapi datanglah ke tenaga profesional untuk mendapatkan diagnosa, pertolongan, dan saran yang tepat. Semakin lama perilaku self harm dipertahankan, maka semakin sulit perilaku ini ditangani.Mempertahankan perilaku self harm, membuat individunya semakin memiliki banyak metode yang dilakukan, dan juga akan meningkatkan risiko bunuh diri

  1. Lakukan pengalihan saat muncul dorongan untuk melakukan self injury. Perlu disadari bahwa pelaku self injury sangat mungkin perilaku ini bersifat impulsive atau tiba-tiba. Kita bisa belajar untuk manyadari bahwa perilaku self injury adalah tindakan berbahaya yang memerlukan penanganan serius. Namun, untuk pertolongan pertama, kita bisa melakukan beberapa hal.
  2. Sibukkan diri dengan hal-hal yang menguras tenaga dan bermanfaat. Lakukan hobi. Ketika emosi menjadi tidak stabil dan tidak terkendali, segera keluar kamar dan pergi ke tempat yang menyenangkan.
  3. Jauhkan alat yang biasa kita gunakan sebagai aktivitas melukai diri.
  4. Carilah sahabat dan teman untuk berbagi permasalahan kita. Jika ada masalah, coba untuk menceritakan ke sahabat kita sampai permasalahan menjadi lega di dada.

 

Demikian bahasan singkat tentang upaya melukai diri sendiri. Semoga menambah wawasan kita tentang kesehatan mental.

 

Baca Juga: Jasa Psikotes Kebutuhan Seleksi dan Evaluasi Karyawan

dan jasa psikotes online