admin Tidak ada komentar

Keterampilan dan Tahapan Konseling yang Dibutuhkan Konselor Membantu Menyelesaikan Permasalahan Konseli

Keterampilan dan Tahapan Konseling. Proses konseling membutuhkan dasar-dasar keilmuan sehingga dapat membantu klien menyelesaikan masalahnya. Untuk menjadi konselor dibutuhkan keahlian teknis, bahkan secara legalitas dibutuhkan ijin praktik dan legalitas background pendidikan. Seperti lulusan Psikologi maupun sarjana pendidikan bimbingan konseling. Lantas apa saja jenis keterampilan yang dibutuhkan dalam konseling? Akan kita bahas dalam artikel kali ini.

 

Jenis Jenis Keterampilan yang Dibutuhkan dalam Konseling

1. Keahlian mengobservasi Klien

Dibutuhkan keterampilan konselor untuk mengamati konseli, terutama agar dapat menemukan ketidaksinkronan antara gesture dan isi percakapan. Konselor harus sangat memperhatikan bahasa non verbali klien. Tidak hanya memperhatikan bahasa verbal saja. Karena dengan memperhatikan bahasa non-verbal, maka banyak hal yang bisa digali dari diri konseli.

Hal yang tidak sinkron antara bahasa verbal dan non-verbal pada konseli akan mendapatkan perhatian yang serius oleh konselor. Juga konselor perlu memperhatikan penekanan dan sikap tidak wajar pada perilaku non verbal. Seperti, sikap tubuh, observasi nada suara, gerak gerik, tutur bahasa, salah ucap, pengulangan kata-kata, menahan diri, suasana hati dan perilaku berbeda. Konselor perlu mengobservasi klien dari awal proses konseling sampai tahap akhir sesi konseling.

 

2. Keahlian Attending Behaviour

Disebut juga perilaku menghampiri konseli mencakup komponen kontak mata, bahasa lisan, bahasa badan, dan mendengarkan klien. Attending yang baik dapat dapat meningkatkan harga diri konseli karena konseli merasa diterima dan dihargai. Attending behaviour merupakan awal dan proses komunikasi sehingga dapat menciptakan suasana aman, mempermudah ekspresi perasaan konseli secara bebas.

 

Baca artikel lainnya, Jasa Konseling Untuk Memperbaiki Kualitas Diri

dan Gunakan Jasa Psikologi Konseling Profesional

3. Questioning

Upaya untuk menggali permasalahan klien adalah dengan teknik bertanya. Pertanyaan yang diajukan konselor bisa dalam bentuk pertanyaan terbuka atau Open Questioning dan pertanyaan tertutup atau Close Questioning.

Pertanyaan terbuka menuntut jawaban secara terbuka oleh konseli. Jenis pertanyaan ini perlu digunakan jika menghadapi konseli dengan karakteristik tertutup atau pendiam. Kata awal yang mungkin membuka pertanyaan terbuka adalah dengan pertanyaan “mengapa, dapatkah, bolehkah, bagaimana, bisa dijelaskan” dan sebagainya. Teknik pertanyaan terbuka bertujuan agar konselor terampil menggunakan pertanyaan yang memungkinkan munculnya pernyataan-pertanyaan baru, memulai pembicaraan, meminta penjelasan lebih lanjut, memberikan contoh dan memusatkan perhatian kepada konseli. Dengan pertanyaan terbuka akan membuat proses konseling lebih dinamis dan menggali masalah konseli lebih dalam.

Berikut adalah beberapa contoh pertanyaan terbuka:

  • Apa yang ingin Anda kemukakan sekarang?
  • Bagaimana keadaan Anda sesudah pertemuan kita yang terakhir?
  • Dapatkah Anda mengucapkan lebih banyak lagi hal itu kepada saya?
  • Mengapa Anda memutuskan hal tersebut?
  • Bagaimana perasaan Anda selanjutnya?
  • Bisa dijelaskan bagaimana caranya?

 

Sedangkan pertanyaan tertutup merupakan jawaban pasti dan biasanya bersifat faktual. Biasanya jawaban adalah ya atau tidak. Jenis pertanyaan tertutup diperlukan untuk mempertegas pernyataan, untuk melihat posisi dan pendirian konseli, melihat nilai, pengetahuan, dan hal lainya yang butuh penguatan. Contoh pertanyaan seperti :

  • Apakah Anda merasa kecewa?
  • Anda melakukan hal tersebut atau tidak ?
  • Anda yakin dengan pernyataan Anda tadi?

 

4. Mengklarifikasi

Keahlian mengklarifikasi merupakan upaya untuk mengajukan pertanyaan sampai diperoleh gambaran yang jelas. Klarifikasi bisa dalam bentuk menanyakan kembali ke konseli atau bisa dalam bentuk mengutarakan pernyataan yang bisa dijadikan klarifikasi konseli terkait suatu statementnya.

 

5. Paraphrasing

Keterampilan paraphrasing yaitu menyampaikan dengan kata-kata sendiri apa yang ditangkapnya dari pesan yang disampaikan oleh konseli. Dengan metode ini, klien akan merasa kata-katanya didengarkan dan dimengerti. Sehingga terbangun interaksi yang hangat dalam proses konseling.

 

6. Reflection

Berkaitan dengan bagaimana konselor mengekspresikan kembali perasaan, pikiran, sikap dan pengalaman konseli dalam usaha untuk membangun hubungan.

 

Baca artikel lainnya, Tips Memilih Jasa Konseling yang Tepat

dan Tanda Anda Butuh ke Psikologi Konseling

7. Kemampuan Empati

Kemampuan empati dibutuhkan dengan tujuan untuk menempatkan diri dalam pikiran dan perasaan orang lain (internal frame of preference). Seolah-olah konselor mampu merasakan dan memahami keadaan emosional konseli. Walaupun konselor diharuskan untuk melakukan empati kepada klien, tetapi tidak boleh untuk hanyut terbawa perasaan dan memunculkan subjektivitas sehingga hilang profesionalitas. Konselor dilarang menumbuhkan sikap simpati, dan hanya dalam tahapan empati saja. Agar konselor tetap bisa berpikir objektif dan ilmiah dalam membantu klien menyelesaikan masalah psikologis.

Dalam proses empati ada tahap-tahap yang dilalui yaitu primary empati, dan advanced accurate empathy.

Contoh primary empathy yaitu :

  • “Saya bisa merasakan betapa khawatirnya Anda saat ini”
  • “Saya bisa mengerti kalau Ibu bingung sekali…”
  • “Tampaknya Adi sedih sekali ya…”
  • “Kelihatannya Anda cemas sekali…”
  • “Saya dapat merasakan Anda sangat bingung saat ini…”

Sedangkan Contoh advanced accurate empathy yaitu, “ Seandainya saya jadi Santi….. Sayapun akan merasakan sedih-bingung-marah atas apa yang terjadi…”

 

8. Encouragement (dorongan)

Encouragement merupakan upaya utama konselor adalah agar konseli selalu terlibat dalam pembicaraan dan dirinya terbuka sehingga pembicaraan mencapai tujuan. Konselor memberikan dorongan ke konseli agar konseli bisa menyampaikan gagasan dan komunikasi lebih lanjut. Dorongan minimal sebagai suatu dorongan langsung yang singkat terhadap apa yang telah dikatakan konseli. Respon yang diberikan oleh konselor sesedikit mungkin dengan tujuan memberikan kesempatan kepada konseli berbicara lebih lanjut.

Misalnya dengan mengatakan “terus , lalu , ya dan ., hemmm..” , dapat juga dengan isyarat anggukan.., dll.

 

9. Konfrontasi

Metode ini dilakukan ketika konselor menemukan pesan yang tidak kongruen antara pikiran, perasaan dan perilaku konseli. Bisa juga dari bahasa non-verbal dan bahasa verbal yang berlawanan. Sehingga konselor dapat menarik informasi yang benar dari dua pernyataan yang berbeda dari diri klien. Namun, metode konfrontrasi tidak boleh dilakukan konselor sebelum konselor membangun rapport yang baik dengan konseli. Jika tidak, maka konseli merasa tidak nyaman karena cenderung merasa diintrogasi. Konfrontasi juga punya dampak negatif yaitu membuat konseli tidak nyaman dan cenderung menutup diri, sehingga jangan dilakukan terlalu sering.

Konfrontasi dibutuhkan untuk meningkatkan self-awareness konseli. Misalnya, “Tadi Anda bilang kalau Anda tidak suka dengan kakak Anda tapi Anda masih juga sering keluar dan minta ditraktir nonton dengannya.”

 

10. Focusing

Fokus membantu konseli untuk memusatkan perhatian pada pokok pembicaraan. Sehingga proses konseling dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Fokus dibutuhkan agar bahasan konseling tidak melebar ke mana-mana. Walaupun dalam proses konseling ditemukan permasalahan-permasalahan baru, tetapi konselor perlu kembali ke tujuan awal konseling dilaksanakan. Konselor harus mampu membuat fokus melalui perhatiannya yang terseleksi terhadap pembicaraan dengan konseli. Fokus akan membantu konseli untuk memusatkan perhatiannya pada pokok pembicaraan. Konselor juga perlu memastikan untuk tegas mengarahkan konseli ke topik utama bahasan konseling.

 

11. Keterampilan Mempengaruhi Klien

Keterampilan konselor untuk mempengaruhi konseli dalam proses mengambil keputusan yang lebih adaptif, lebih sehat dan lebih baik. Konselor harus dapat membujuk/ mempersuasi konseli untuk memilih alternatif yang terbaik, karena konselor tidak memiliki wewenang untuk mendikte dan memaksakan perilaku konseli. Disisi lain konseli harus dengan kemauan sendiri untuk berpikir dan bersikap. Namun, disisi lain konselor perlu membawa konseli menuju perilaku dan pikiran baru yang lebih sehat dan dapat menyelesaikan masalah yang sedang dirasakannya.

Konselor mengajak konseli untuk mempertimbangkan seluruh alternatif dan memberikan penilaian, menunjukkan sudut pandang alternatif-alternatif baru berkaitan dengan masalah pribadinya.

 

12. Leading

Konselor adalah leader dari jalannya proses konseling. Peranan konselor mengarahkan pemikiran atau mendorong konseli kedalam ucapan konselor. Nilai dari leading adalah supaya konselor menaham atau mendelegasikan sejumlah tanggung jawab untuk membicarakan konselor-konseli dan untuk lebih membangkitkan respon konseli.

 

13. Memberikan Information

Konselor perlu memberikan informasi yang dapat membantu konseli. Misalnya tentang ketersediaan community support, social support, dan aktivitas-aktivitas yang lainnya. Pemberian informasi bersifat faktual sehingga meningkatkan keyakinan konseli bahwa ia mampu menjadi lebih baik/mengatasi permasalahannya. Tujuan pemberian informasi sebagai sumber pertimbangan bagi konseli untuk memilih alternatif penyelesaian masalah atau perilaku yang ada. Namun begitu, konseli tetaplah pihak yang mengambil keputusan terkait solusi yang ditawarkan oleh konselor.

 

14. Penggunaan Humor

Konselor dalam kondisi tertentu perlu menggunakan humor untuk menekan ketegangan dalam proses konseling. Fungsi humor dapat membantu menghidupkan percakapan, merilekskan konseli, dan mencoba mendekatkan antara konselor dan konseli. Pastikan humor tidak bersifat kasar atau menghina. Humor perlu disesuaikan dengan konteks dan kebutuhan dan tidak terlalu sering dilakukan oleh konselor. Karena konselor perlu menjaga wibaya dan citra di depan konseli agar proses konselor dapat dileading.

 

15. Menyimpulkan (Summarize)

Keterampilan menyimpulkan mirip dengan dengan keterampilan paraphrasing namun intensitasnya lebih jarang dan biasanya pernyataannya lebih panjang. Tujuan menyimpulkan yaitu untuk merangkum apa yang disampaikan oleh konseli dan menyimpulkan inti sesi konseling. Biasanya, menyimpulkan dilakukan pada akhir sesi konseling.

 

Langkah-Langkah Konseling

Konseling dilakukan dengan beberapa tahapan atau langkah yang bisa dilakukan dalam beberapa sesi. Berikut adalah langkah-langkah proses konseling. Yaitu,

  1. Membangun hubungan
  2. Identifikasi dan penilaian masalah
  3. Menentukan sasaran dan intervensi konseling
  4. Evaluasi konseling
  5. Terminasi

 

  1. Membangun Hubungan

Membangun hubungan dengan klien ditujukan supaya konseli dapat terbuka dalam menjelaskan masalah-masalahnya dan menyampaikan keprihatinan yang dimilikinya. Konselor bisa mendapatkan informasi mengenai sampai sejauh mana konseli mengenali kebutuhan untuk mendapatkan bantuan dan kesedian konseli untuk melakukan komitmen. Proses membangun hubungan dikatakan berhasil jika tercipta suasana yang hangat dan menyenangkan, adanya rasa yang bersahabat dan rasa aman, konseli lebih terbuka dan mampu mengembalikan rasa  percaya diri konseli dalam menyelesaikan masalah.

Upaya membangun hubungan klien sehingga konseli bisa terbuka dan nyaman dikenal dengan istilah membangun rapport. Dalam kondisi ini, terdapat suatu iklim psikologis yang positif, yang mengandung kehangatan, dan penerimaan. Sehingga konseli tidak merasa terancam berhubungan dengan konselor. Walaupun tema-tema yang diangkat konseling merupakan isu sensitif dan terkadang bersinggungan dengan pelanggaran norma dan hukum. Seperti konseli yang akhirnya terbuka ke konselor tentang permasalahan kecanduan narkoba, free sex, perselingkuhan, pengguguran kandungan, dan sebagainya. Jika konselor bisa membuat konseli bercerita dan dan mengutarakan permasalahannya tersebut, tanpa perasaan terancam, maka konselor dikatakan berhasil membangun rapport.

Membangun hubungan merupakan proses yang harus dibangun konselor dari awal sesi konseling sampai tahap akhir atau terminasi konseling.

Hal – hal yang mempengaruhi pembentukan rapport yaitu:

  1. Kepribadian konselor
  • Mempunyai minat yang tinggi kepada orang lain
  • Mampu mengendalikan diri, emosi dan prasangka
  1. Keterampilan konselor
  • Mampu berkomunikasi secara efektif
  • Daya observasi yang tajam
  • Terbuka dengan pendapat orang lain
  • Empati yang tinggi
  • Mampu mengidentifikasi masalah psikologis-sosial-budaya
  1. Kualitas interaksi antara konselor dan konseli
  2. Faktor situasional

  1. Identifikasi dan Penilaian Masalah

Dalam tahapan ini, konselor mengajukan pertanyaan yang bersifat umum. Konselor memperhatikan setiap clue kecil maupun besar, bahasa verbal dan non-verbal konseli. Hindari pengambilan keputusan yang terlalu dini, namun gunakan setiap tanda yang muncul sebagai sesuatu yang butuh di verifikasi.

Konselor perlu mendiskusikan tentang apa yang ingin konseli dapatkan dari proses konseling. Konselor perlu memastikan agar konseli dapat menghindari harapan dan sasaran konseling yang tidak realistik.

Untuk  pengungkapan masalah yang samar-samar atau permasalahan yang bukan sumber penyebab masalah inti diperlukan adanya proses identifikasi yang mendalam. Sehingga yang diselesaikan konselor adalah memang masalah inti, bukan masalah yang muncul karena permasalahan inti.

  1. Menentukan Sasaran dan Intervensi Konseling

Proses ini harus melalui proses evaluasi dan identifikasi masalah terlebih dahulu. Sasaran konseling harus diinginkan oleh konseli. Konselor harus mau membantu konseli untuk mencapai sasaran ini dan konselor harus mampu menilai sejauh mana konseli sudah mencapai sasaran tersebut.

  1. Tahap Akhir: Evaluasi Konseling

Konselor perlu memutuskan perubahan sikap dan perilaku yang memadai dan terjadinya transfer of learning pada konseli. Disepakati bersama untuk menyusun rencana solusi/planning, serta konseli mau melaksanakan perubahan perilaku.

Hal yang perlu dipastikan dalam persiapan mengakhiri konseling yaitu:

  1. Apakah masalah dan gejalanya sudah hilang atau berkurang ?
  2. Sejauh apa pemahaman konseli terhadap diri sendiri maupun orang lain ?
  3. Apakah sudah mampu menjalin relasi dengan lebih baik ?
  4. Apakah konseli sudah mampu mengatasi masalahnya sendiri ?
  5. Masih adakah perasaan yang menimbulkan stres ?
  6. Apakah sudah mempunyai kemampuan membuat rencana dan dapat bekerja dengan lebih baik ?
  7. Apakah sudah lebih bisa menikmati hidup ?

 

Baca artikel lainnya, Kenapa Konseling dengan Psikolog Cuma Sebentar?

dan Konseling dengan psikolog

 

  1. Tahap Terminasi

Dalam tahapan terminasi merupakan tahapan untuk mengakhiri hubungan konseling. Pada tahap terminasi konseling, ada langkah-langkah yang dilakukan yaitu,

  • Melalui ucapan-ucapannya konselor mempersiapkan konseli bahwa konseling sudah akan segera berakhir. Ini disebut sebagai final summary statement.
  • Buka jalur kemungkinan follow up dengan memberikan kesempatan kepada konseli untuk kembali lagi apabila diperlukan. Namun perlu diwaspadai kemungkinan ketergantungan konseli kepada konselor.
  • Kemungkinan merujuk ke rekanan atau tenaga profesional lainnya. Rujukan diperlukan jika konselor menyadari “batas-batas”kemampuannya dalam menghadapi konseli dengan karakteristik dan masalah tertentu. Sebelum merujuk kepada psikolog, usahakan untuk mendiskusikan terlebih dahulu dengan konseli agar  konseli tidak merasa ‘dilempar’ dan ditolak.
  • Formal leave taking (“pamit” secara formal). Usahakan suasananya menyenangkan dan penuh kepercayaan.

Pada tahap akhir konseling ini, merupakan saat konselor harus mengakhiri konseling jika tanda-tanda berikut sudah muncul, yaitu:

  • Menurunnya kecemasan konseli.
  • Adanya perubahan perilaku konseli ke arah yang lebih positif, sehat, dan dinamis.
  • Adanya rencana hidup masa depan dengan program yang jelas.
  • Konseli telah mendapatkan insight dan mampu menyelesaikan masalahnya
  • konseli sudah merasa mampu menyelesaikan masalahnya sendiri
  • Bila sasaran / tujuan akhir dari “kontrak” telah tercapai
  • Bila konselor dan konseli merasa tidak mendapat manfaat dari sesi konseling yang berlangsung
  • Konteks awal ketika konseling dimulai, mengalami perubahan

Keterampilan dan Tahapan Konseling yang Dibutuhkan Konselor Membantu Menyelesaikan Permasalahan Konseli

Demikian artikel terkait Keterampilan dan Tahapan Konseling yang Dibutuhkan Konselor Membantu Menyelesaikan Permasalahan Konseli. Semoga memberikan pemahaman tentang dasar-dasar ilmu konseling.