admin Tidak ada komentar

Cara Menghadapi Orang Tua yang Belum Siap Melepas Anaknya Dewasa

Orang tua memiliki sudut pandang yang berbeda tentang kedewasaan sang anak. Kerap sekali hal tersebut bertolak belakang dengan anak. Tak jarang pertikaian terjadi di antara mereka. Dalam upaya untuk menghindari hal tersebut, anak harus memiliki strategi dan metode yang tepat dalam menangani perbedaan yang terjadi dengan orang tua.

Cara Menghadapi Orang Tua yang Belum Siap Melepas Anaknya Dewasa

Lakukan Pengamatan Terhadap Permintaan Orang Tua

Banyak orang tua yang meminta hal macam-macam pada anak. Tak jarang hal ini membuat sang anak malah semakin frustasi. Banyaknya permintaan seperti memberikan sedikit ruang gerak. Sehingga memiliki kesan seperti melakukan pengekangan pada sang anak.

Permintaan tersebut memiliki artian bahwa orang tua belum yakin bisa memperlakukan anaknya seperti orang dewasa. Dal hal ini sang anak, harus mengerti terlebih dahulu dengan melakukan pengamatan terhadap situasi saat itu. Pengamatan ini di lakukan sebagai upaya untuk mengetahui maksud sesungguhnya dari orang tua. apakah orang tua benar-benar menginginkan sesuatu atau sekadar ingin berinteraksi lebih banyak dengan sang anak.

Beri Batasan Pada Diri Sendiri dalam Setiap Keinginan Orang Tua

Orang tua sering melakukan hal-hal yang mendesak sang anak. Anak akan merasa tertekan ketika harus memenuhi seluruh keinginannya. Hal ini juga berkaitan dengan tujuan anak yang tidak sesuai dengan kehendak orang tua. Sehingga orang tua membuat hal-hal yang bertentangan sebagai upaya menghalangi sang anak dari tujuannya.

Dalam hal ini, anak harus memahami situasi, apakah harus menuruti permintaan orang tua, atau menolak secara halus. Hal ini bisa menjadi pilihan bagi anak. Anak juga harus memiliki batasan terhadap setiap permintaan dari orang tua. Agar tidak menimbulkan tekanan yang bisa berakibat stress.

Berpikir Kritis Terhadap Setiap Permintaan Orang Tua

Menjadi anak harus memiliki pemikiran yang kritis. Hal ini seperti mempertanyakan keinginan orang tua. Apakah keinginan tersebut memang harus dan penting untuk di ikuti. Sehingga jika tidak di ikuti, akan memiliki dampak yang amat besar. Seperti keretakan yang menjadi dalam hubungan antara anak dan orang tua.

Atau keinginan orang tua hanya sebatas manipulasi untuk sang anak agar menuruti keinginannya. Jika memang demikian, anak harus memiliki batasan dan juga cara yang tepat untuk mengatasi keinginan orang tua.

Mencari Jalan Tengah Terhadap Setiap Permintaan Orang Tua

Banyak anak yang merasa tertekan dengan sikap orang tua yang selalu menuntut berbagai hal. Bahkan, hingga kehidupan pribadi di lakukan koreksi dan juga pantauan dari orang tua. hal ini seperti tidak mengizinkan anak untuk bersikap menjadi dewasa. Dalam hal ini, meminta bantuan saudara dapat di gunakan sebagai jalan tengah untuk mencairkan kondisi tersebut.

Ungkapkan Perasaan dengan Cara yang Berbeda

Apabila anak kesulitan untuk mengatakan kemauannya dan perasaannya, maka dapat menggunakan cara lain. Seperti bertukar surat pada orang tua. anak dapat mengungkapkan berbagai hal yang mengganggu dirinya terkait dengan sikap orang tua.

Anak juga harus memahami bahwa orang tua yang kerap meminta banyak hal dan cenderung tidak ingin membiarkan sang anak lepas menjadi dewasa, merupakan bentuk kasih sayang yang berlebih. Sehingga menyalahkan orang tua terhadap hal tersebut bukanlah cara yang tepat.

Baca Juga: Memahami Kesehatan Mental dan Self Love Sebagai Salah Satu Terapinya

Hal yang tepat untuk dapat di lakukan adalah dengan mencari solusi yang tidak akan merugikan kedua belah pihak dan tentunya tidak membuat orang tua merasa sakit hati terhadap sikap anak.

admin Tidak ada komentar

Memahami Kesehatan Mental dan Self Love Sebagai Salah Satu Terapinya

Deepapsikologi.com — Berbicara tentang kesehatan mental, sebelumnya mari kita sedikit ulas terlebih dahulu penjelasan mengenai apa itu sehat dan kesehatan mental. Sehat (Health) secara umum dapat dipahami sebagai kesejahteraan secara penuh (keadaan yang sempurna) baik secara fisik, mental, maupun sosial, tidak hanya terbebas dari penyakit atau keadaan lemah.

Sedangkan di Indonesia, UU Kesehatan No. 23/ 1992 menyatakan bahwa sehat adalah suatu keadaan sehat secara fisik, mental, dan sosial dimana memungkinkan setiap manusia untuk hidup produktif baik secara sosial maupun ekonomis.

 

Memahami Kesehatan Mental

World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa kesehatan mental merupakan kondisi dari kesejahteraan yang disadari individu, yang di dalamnya terdapat kemampuan-kemampuan untuk mengelola stres kehidupan yang wajar, untuk bekerja secara produktif dan menghasilkan, serta berperan serta di komunitasnya. Singkatnya ialah bahwa orang yang bermental sehat adalah orang yang menguasai dan mengatasi segala faktor perasaan dalam hidupnya. Sehingga tidak menimbulkan gangguan jiwa, neurosis maupun psikosis.

 

Selama ini masih banyak mitos dan konsepsi yang diyakini masyarakat Indonesia mengenai kesehatan mental yang keliru, antara lain gangguan mental :

  1. Adalah herediter/diturunkan
  2. Tidak dapat disembuhkan
  3. Muncul secara tiba-tiba
  4. Merupakan aib/noda bagi keluarga dan lingkungannya
  5. Merupakan peristiwa tunggal
  6. Seks merupakan penyebab munculnya gangguan mental
  7. Kesehatan mental cukup dipahami dan ditangani oleh satu disiplin ilmu saja
  8. Datang ke psikiater hanya untuk orang gangguan jiwa
  9. Kesehatan mental dipandang sama dengan “ketenangan batin”. Kesehatan mental dimaknai sebagai tidak ada konflik, tidak ada masalah, hidup tanpa ambisi, pasrah dan lain sebagainya.

 

Memahami kesehatan mental tak pernah lepas dari penjelasan bahwa seseorang dapat dikatakan sehat mental ketika ia dapat melakukan adaptasi dan penyesuaian diri. Di era revolusi industri 4.0 dan digitalisasi ini, banyak perubahan dalam proses kehidupan sosial masyarakat saat ini. Banyaknya aplikasi-aplikasi yang memudahkan kita dalam banyak hal. Kini membuat masyarakat banyak menyisihkan waktu senggangnya untuk masuk kedalam dunia aplikasi tersebut. Dalam setiap hal, tentu saja ada sisi positif maupun negatifnya.

 

Era Digitalisasi Menyumbangkan Gaya Hidup dan Tekanan Hidup Baru

 

Seperti kita ketahui bahwa dengan pesatnya perkembangan dunia internet, digital maupun teknologi semakin mempermudah proses-proses kehidupan sosial seperti komunikasi, berekspresi, berdiskusi, mencari informasi serta lainnya. Namun, besar pula sisi negatif dari perkembangan yang terjadi ini, terutama dalam dunia internet yang setiap orang bisa melakukan banyak hal atas keinginannya sendiri. Penyebaran berita tidak benar atau hoax, komentar-komentar negatif, hatespeech, dan yang paling sering terjadi juga bullying. Fenomena ini menjadikan seseorang dapat merasa cemas, sedih bahkan depresi hingga yang paling parah ialah bunuh diri (seperti kasus Sulli dan Goo Ha-Ra artis K-Pop) akibat dampak negatif tersebut.

 

Dengan pesatnya perkembangan dunia digital saat ini, isu kesehatan mental selalu muncul hampir setiap hari dalam berbagai media, seperti artikel, jurnal, berita daring, narablog serta unggahan-unggahan dari berbagai akun dalam berbagai media daring. Banyak sekali akun-akun yang aktif mengunggah konten-konten yang termasuk dalam bidang kesehatan mental, baik dari media instagram, twitter, facebook hingga youtube.

pentingnya kesehatan mental

pentingnya kesehatan mental

Adanya Ajakan Kesadaran Kesehatan Mental melalui Jejaring Sosial

Isi dari unggahan konten tersebut cukup menarik, dari yang menjelaskan istilah-istilah kesehatan mental hingga ajakan-ajakan atau mengkampanyekan isu kesehatan mental. Seperti peringatan hari kesehatan mental se-dunia, peringatan hari anti kekerasan, peringatan hari anti bunuh diri dan masih banyak lainnya. Dampaknya, kini masyarakat awam mencari tahu dan mulai sadar akan pentingnya kesehatan mental. Kini, psikolog dan psikiater banyak dicari oleh masyarakat, sebab masyarakat saat ini sudah tidak lagi memandang isu kesehatan mental sebagai hal yang buruk dan dapat disembuhkan dengan cara-cara tradisional seperti dijampi-jampi atau di rukiah.

 

Namun, ada juga dampak yang kurang baik dengan mudahnya akses informasi mengenai kesehatan mental saat ini, tak sedikit masyarakat yang melakukan self diagnose atas dasar apa yang ia alami dan dirasakan relate dengan penjelasan atau arti dari gangguan kesehatan mental yang ada di media daring. Padahal, yang berhak memberi diagnosis seseorang dikatakan mengalami gangguan mental adalah tenaga ahli, yaitu psikolog atau psikiater. Sebenarnya kini sudah banyak akses untuk menemui psikolog atau psikiater. Bahkan kini sudah masuk hingga ke lingkungan fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Maka dari itu, kita perlu bersama-sama untuk saling mengingatkan, membantu dan menguatkan terhadap orang-orang di sekitar megenai kesehatan mental ini.

Dewasa ini juga, isu kesehatan mental sudah tak lagi menjadi hal yang tabu dan kurang diminati untuk dijadikan bahan obrolan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Belakangan ini, berita kematian beberapa artis K-Pop akibat bunuh diri serta booming nya film “JOKER” yang mengangkat isu-isu kesehatan mental menjadi perbincangan hangat dikalangan masyarakat awam. Baik melalui obrolan santai, dalam ruang diskusi maupun di media daring. Yang lebih menarik, kini isu-isu kesehatan mental sudah masuk ke ranah musik.

 

Upaya Self Love untuk Mendapatkan Kesehatan Mental

Beberapa musisi bermunculan dengan menciptakan album yang mengandung tema kesehatan mental. Seperti Kunto Aji dengan album “mantra-mantra” nya serta Baskara Putra atau sering disebut Hindia dengan album “menari dengan bayangan” nya. Selain isu kesehatan mental, dua album tersebut juga mengajak para pendengar nya untuk mencoba menikmati proses, berdamai dengan masa lalu dan ajakan untuk lebih mencintai diri sendiri atau yang biasa disebut self-love. Dua album itu sedang banyak didengarkan oleh berbagai kalangan. Terutama orang-orang yang mungkin relate dengan lagu-lagu dari kedua album tersebut.

Bicara tentang self-love tentunya banyak hal yang dapat dilakukan agar kita lebih mencintai diri sendiri. Misalnya seperti menonton film di bioskop sendiri, membaca buku, olah raga teratur. Contoh lain seperti manajemen waktu dalam berselancar di dunia maya, memaafkan masa lalu dan kesalahan yang telah lalu dan masih banyak lainnya. Tidak hanya tentang itu, untuk mecapai tujuan bisa sampai mencintai diri sendiri, banyak hal lain yang perlu dilakukan juga. Seperti mengontrol diri, meregulasi diri, keinginan untuk berkembang, fight dalam setiap permasalahan yang pada akhirnya semua yang dilakukan itu akan merujuk pada self-love itu sendiri.

Apalagi ketika masuk ke ruang media sosial, akan banyak sekali hal-hal yang tidak kehendaki dan inginkan dapat terjadi. Kita harus pintar-pintar mengontrol diri terhadap segala hal yang ada di media sosial. Banyak sekali hal, post atau konten toxic yang bisa saja men-trigger diri kita sendiri. Sehingga dapat membuat kita stres dan mendapat masalah baru hanya karena sebuah post atau konten.

 

Tips untuk Belajar Mencintai Diri Sendiri

Ada beberapa tips dari penulis mengenai cara penulis dalam mencintai diri sendiri pada era digital dan moderen yang akan penulis bagi kan dalam artikel ini. Tips yang Pertama dengan mengurangi penggunaan aplikasi media sosial seperti instagram, facebook dan twitter. Biasanya, dengan berlama-lama dalam aplikasi tersebut dapat membuat kita larut hingga terkadang lupa waktu.

Kedua ialah mengurangi melihat story orang-orang yang kita ikuti akunnya. Terkadang, akan ada perasaan iri, penasaran bahkan curiga atas apa yang orang lain lakukan saat kita sering melihat apa yang orang lain lakukan dalam story itu.

Ketiga ialah perbanyak membaca buku. Dengan membaca buku, pikiran akan lebih terfokus pada apa yang dibaca daripada memikirkan hal lain. Tips yang Keempat ialah mencari teman yang mampu diajak berdiskusi baik diskusi ringan, candaan hingga pembahasan yang memerlukan keseriusan. Kita pasti membutuhkan orang-orang yang support dalam kehidupan sehari-hari selain keluarga. Kelima ialah olahraga secara teratur. Tentunya, mencintai diri tak hanya rohani saja, kesehatan jasmani juga tak kalah pentingnya sebagai penunjang seseorang menjadi sehat mental.

Beberapa tips diatas sudah penulis lakukan hingga saat ini. Semoga tips yang penulis bagikan bisa menjadi referensi ataupun motivasi bagi pembaca. Yang terpenting ialah, setiap orang mempunyai cara masing-masing dan unik dalam memperlakukan dirinya sendiri. Hanya perlu perbanyak action dari setiap rencana yang dibuat serta konsistensi tentunya. Harapannya ialah kita semua bisa menjadi agent of change bagi diri kita sendiri khususnya. Setelah itu kita diharapkan dapat menjadi agent of changeuntuk orang-orang di sekitar kita. Semangat!

 

 

_________

Ditulis Oleh Raka, Mahasiswa Psikologi Universitas Buana Perjuangan Karawang

admin Tidak ada komentar

Kasus Keraton Agung Sejagat, Raja harus waspada Gangguan Mythomania

Deepapsikologi.com — Kejujuran adalah harta yang mahal. Manusia mudah diyakinkan apabila dalam kondisi biasa atau netral, tetapi mereka menjadi susah percaya apabila pernah dibohongi. Kejujuran dan kebohongan seakan memiliki kekuatan sangat besar apabila dimasukan dalam Classical Conditioning ala Pavlov. Sebuah kebohongan bisa menghilangkan pengaruh stimulus lain sehingga orang susah untuk percaya lagi. Terkadang satu kebohongan besar tidak bisa diobati dengan satu atau beberapa penebusan kesalahan. Orang yang terlanjur dibohongi, tidak mudah percaya lagi. Bahkan orang akan menghindari si pembohong. Kebohongan adalah hukuman (punishment) bagi orang yang percaya dengan kebohongan tersebut. Lalu bagaimana kebohongan-kebohongan bisa dibuat begitu indah sehingga banyak orang yang terperdaya.

 

merasa raja dan gangguan mythomania

merasa raja dan gangguan mythomania

Kasus Keraton Agung Sejagat

TSH (42 tahun) dan Kanjeng Ratu (41 tahun) ditahan pihak Kepolisian Jawa Tengah pada 14 Januari 2020. Keduanya ditetapkan sebagai tersangka karena diduga melanggar Pasal 14 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946 tentang penyebaran berita bohong dan Pasal 378 KUHP tentang penipuan 1). TSH adalah orang sama yang mendirikan Jogja Development Commite (DEC) dan memberikan janji-janji manis kepada anggotanya dengan modus pendidikan dan kemanusiaan 2).

Kepada pengikutnya, TSH mengatakan bahwa Keraton Agung Sejagat (KAS) adalah ahli waris Majapahit dan pemegang kekuasaan di seluruh dunia, melebihi Eropa dan Amerika Serikat. Totok menjanjikan jabatan dan gaji dari pencairan dana internasional. Orang-orang yang percaya bahkan rela membayar uang keanggotaan dan uang seragam mencapai 3 juta rupiah. Untuk menguatkan pengakuan, Totok sampai membuat sebuah prasasti supaya orang-orang percaya dengan kisahnya. Bahkan ada parade budaya yang diakhiri dengan deklarasi kekuasaan supaya kegiatannya terlihat resmi di mata pengikutnya.

Pada negara dimana hal-hal klenik dan gaib seringkali dijadikan bumbu sebuah perilaku, adalah lahan yang empuk bagi orang-orang yang suka berbohong, membual dan menawarkan halusinasi. Halusinasi terjadi ketika mimpi menyalahi realita. Halusinasi juga terjadi ketika mimpi-mimpi tanpa tindakan yang nyata. Menjual mimpi sering dijadikan komoditi yang laris. Dan antagonisnya adalah sama, yaitu orang yang suka berbohong.

 

Memahami istilah Gangguan Mythomania

Dalam dunia psikologi, ada sebuah istilah untuk pembohong sejati yaitu mythomania. Psikiater asal Jerman, Anton Delbrueck adalah orang yang pertama kali mencetuskan penyakit ini dengan istilah pseudologia fantastica pada tahun 1891, untuk pasien-pasien yang berbohong secara berlebihan dan terdengar luar biasa 3). Pseudologia fantastica adalah kelainan dimana orang terus berbohong tanpa henti. Kelainan ini kerap diuji dalam bidang forensik untuk mendiagnosa orang-orang dengan dugaan penipuan, membuat tuduhan palsu atau pengakuan palsu. Kebohongan mereka umumnya bertujuan untuk menarik perhatian dan membesar-besarkan kepentingan mereka 4).

Berbeda dengan kebohongan biasa yang kerap dilakukan orang biasa, gangguan mythomania dilakukan secara berulang-ulang dan lebih dramatis. Cerita mereka terperinci, rumit, kaya akan warna dan fantasi. Mereka menempatkan dirinya sebagai korban atau pahlawan dengan tujuan memperoleh simpati dan kekaguman dari orang-orang yang percaya. Hal tersebut dilakukan untuk menciptakan zona nyaman bagi mereka. Bahkan pada tingkat tertentu, pelaku tidak bisa membedakan antara kebohongannya dan khayalan sehingga pelaku justru masuk dalam kebohongan yang dibuatnya sendiri. Mereka memiliki indera persepsi yang tajam sehingga mampu mengelabui firasat orang lain 5).

 

Kasus ‘Raja’ dan ‘Ratu’ Kerajaan Agung Sejagat diindikasikan Mythomania

TSH alias Penguasa di Kerajaan Agung Sejagat (KAS) tentu belum bisa disebut pengidap mythomania. Akan dibutuhkan banyak pengukuran secara bertahap dan mendalam oleh Psikolog atau Psikiater untuk memvonis ke arah sana. Walaupun gejala-gejala (symptom) gangguan mythomania nampak jelas pada perilakunya dan pengakuan orang-orang sekitar, penegakan diagnosa hanya bisa dilakukan oleh Psikolog profesional. Pada kenyataannya, TSH berusaha meyakinkan orang-orang dengan sejarah dan cerita-cerita palsu. Kekayaan yang diumbarnya pun hanya milik orang lain, seperti rumah kontrakan yang diakuinya milik sendiri.

 

Banyak faktor bisa menjadi penyebab gangguan mythomania. Kerusakan jaringan otak, harga diri rendah, kebutuhan neurotik, dan hambatan dalam aktualisasi diri. Otak pada mythomania memiliki white matter lebih banyak daripada grey matter. White matter adalah bagian prefrontal cortex yang menyalurkan informasi lebih cepat dan lebih kompleks dibandingkan grey matter. Apabila white matter berjumlah jauh lebih banyak, maka orang mampu berpikir dan mengatakan gagasan lebih cepat, tetapi tanpa kontrol yang ketat. Hal ini yang memicu seseorang mudah berbohong 6).

 

Harga diri yang rendah bisa memicu orang untuk berbohong. Kegagalan dalam karir, pernikahan, hubungan sosial, dan kegagalan dalam pendidikan meyebabkan inkongruensi. Pada situasi ini terjadi ketidakseimbangan psikologis karena perbedaan (yang cukup jauh) antara konsep diri dan kenyataan yang dialami 7). Inkongruensi bisa menyebabkan perilaku yang tidak konsisten dan sumber kecemasan. Sebagai kondisi yang tidak menyenangkan, kecemasan bisa berubah menjadi ancaman. Ancaman tersebut yang akan memicu seseorang mencoba menyeimbangkan kenyataan dan konsep dirinya. Apabila konsep dirinya terus diperbaiki supaya memperoleh kenyataan yang lebih baik di masa depan, maka dia menjadi individu yang sehat. Akan tetapi apabila kenyataan dipaksakan mengikuti konsep diri, maka orang tersebut mengalami hambatan psikologis. Perilakunya antara lain dengan membohongi orang lain atau membohongi dirinya sendiri.

 

 

Mythomania sebagai gangguan psikologis yang karena Neurotik

Gangguan Mythomania bisa disebabkan karena kebutuhan neurotik. Pembohong sejati mengharapkan penerimaan orang lain dan ketakutan akan penolakan. Kebohongan dilakukan supaya dirinya sejajar dengan harapan orang lain. Kebohongan dilakukan sebagai langkah untuk memasukannya ke dalam zona aman. Pembohong sejati juga haus akan kekuasaan dan kekuatan. Dua hal tersebut dibutuhkan supaya dirinya mampu mengontrol orang lain dan dianggap superior. Dengan menjadi orang yang superior, mereka akan dikagumi oleh orang lain.

Kebutuhan neurotik lain pada gangguan mythomania adalah mengeksploitasi orang lain. Selalu ada ide untuk memanfaatkan kelemahan dan kekurangan pada orang lain. Usaha eksploitasi dengan membohongi korban supaya mereka rela menyerahkan atau menyumbangkan harta yang dimilikinya.

 

Orang-orang yang terhambat dalam aktualisasi diri cenderung menolak beberapa aspek dalam kehidupannya. Penolakan tersebut menyebabkan dirinya menyiasati dengan kebohongan-kebohongan sebagai langkah praktis agar tidak direndahkan orang lain atau teman sebaya. Kebohongan juga bisa digunakan untuk membuatnya tampak unggul di depan orang lain. Kebohongan yang dilakukan secara berulang, apalagi mengandung unsur kenikmatan (pleasure) bisa membuat pelakunya kecanduan dan menjadi sebuah kebiasaan.

 

Bagaimana Menyikapi Pembohong Besar ?

Lalu bagaimana menghadapi pembohong besar ? Anda perlu tahu bahwa mereka bisa berbohong bahkan untuk hal-hal sepele. Anda jangan marah tetapi cukup dengarkan saja, tidak perlu diambil hati atau dipikirkan. Katakan kepada orang itu bahwa Anda lebih menyukai dirinya apa adanya. Dia harus tahu bahwa dia tidak perlu berbohong apabila ingin dijadikan teman. Tunjukan bahwa Anda peduli dengan memintanya berobat ke Psikolog atau Psikiater 8).

 

Siapapun kita pasti pernah berbohong. Sebagai manusia normal, kita berbohong ketika merasa terancam atau takut kehilangan sesuatu yang berharga. Tetapi masih menjadi hal yang wajar apabila kita menyadari kesalahan kita dan tidak mengulangi kebohongan di waktu yang lain. Biasakanlah berkata jujur, berkata apa adanya tanpa ditambahkan atau dikurangi, walaupun kita tahu imbasnya tidak menguntungkan. Kita adalah raja bagi diri kita masing-masing, dan jadilah raja yang jujur. Raja yang jujur tidak akan mengidap gangguan mythomania.

 

 

Referensi :

1) https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200115123401-20-465537/raja-dan-ratu-ditangkap-warga-ramai-datangi-keraton-agung

2) https://jogjapolitan.harianjogja.com/read/2020/01/15/513/1029510/pengakuan-orang-dekat-totok-santoso-raja-keraton-sejagat-tipu-warga-lewat-ormas-dec-diy

3) Thom, R., Teslyar, P., & Friedman, R. (2017). Pseudologia Fantastica in the Emergency Department: A Case Report and Review of the Literature, dalam Jurnal Hindawi, Volume 2017, dari https://doi.org/10.1155/2017/8961256 (Online)

4) Sharma, P.R., Sidana, A., & Singh, G.P. (2007). Pseudologia Fantastica : Case Report, dalam Jurnal Delhi Psychiatry 2007, Vol. 10, No. 1 : 78-80 (Online)

5) Arakelyan, H.S. (2018). Pathological lyar Syndrome-Mythomania, diperoleh dari https://www.researchgate.net/publication/323683318_Pathological_lyar_Syndrome_-_Mythomania

6) Biever, C. (2005). Liars’ brains make fibbing come naturally, diperoleh dari https://www.newscientist.com/article/dn8075-liars-brains-make-fibbing-come-naturally/

7) Feist, J. & Feist, G.J. (2013). Teori kepribadian (S.P. Sjahputri, Penerjemah). Jakarta : Salemba Humanika

8) Santos, A. (2018). How Do I Cope with Someone Being a Pathological Liar, diperoleh dari https://www.healthline.com/health/pathological-liar

 

 

_________

Oleh : Epip Nurdiansah (Mahasiswa Psikologi Universitas Buana Perjuangan Karawang)

admin Tidak ada komentar

Ini Lho Penyebab Pernikahan di Usia Dini Menurut Psikolog

Di Indonesia saat ini sedang menjamur nikah muda. Bahkan nikah muda menjadi slogan dan beberapa pembahasan yang saat ini tengah di perbincangkan. Banyak yang bangga terhadap nikah muda, meskipun belum tertata, namun sudah banyak anak yang menikah muda denagn berbagai macam alasan. Agar lebih jelasnya, berikut ini merupakan penyebab dari pernikahan di usia dini.

Ini Lho Penyebab Pernikahan di Usia Dini Menurut Psikolog

Kurangnya Pendidikan yang Memadai

Umumnya pernikahan dini terjadi pada orang-orang yang memiliki tingakt pendidikan rendah dan kurang memadahi. Hubungan antara pernikahan dan pendidikan amatlah banyak. Jika seseorang memperhatikan pendidikan, maka pernikahan dini tidak akan terjadi. Pernikahan dini, menyebabkan wanita hamil di usia yang masih amat muda.

Hamil di usia muda, dapat memberikan dampak yang berbahaya bagi tubuh. Hal ini di karenakan rahim belum mampu dan belum siap apabila di gunakan untuk mengandung janin. Jika hal ini terjadi, maka peluang terjadi masalah pada kehamilan tidak bisa di hindari.

Adanya Ketakutan Berbuat Zina

Adanya kekhawatiran bahwa akan berbuat hal yang di larang. Hal ini terjadi pada remaja yang suka saling suka. Rasa suka yang dimiliki para remaja, masih berupa perasaan yang labil. Sehingga di khawatirkan mereka melakukan berbagai hal yang berlandaskan cinta. Tentu saja, untuk menghindari hal tersebut, pernikahan dini di perlukan.

Terbawa Arus Pergaulan

Pergaulan merupakan suatu faktor yang penting dan memiliki dampak yang besar bagi para remaja. Pergaulan bukan hanya dari segi sekolah, tetapi pergaulan tetangga juga menjadi salah satu faktornya.

Remaja yang hidup di kalangan orang yang sudah tidak tabu lagi terkait dengan nikah mudah, lambat laun akan memberikan pengaruh dan juga stimulus bahwa menikah di usia dini bukanlah hal yang salah dan dapat di lakukan oleh siapa saja. meskipun baru saja memiliki KTP.

Hamil Sebelum Waktunya

Faktor yang satu ini menjadi penyebab yang paling banyak mengapa terjadi menikah di usia dini. Para remaja yang terlalu berlebihan dalam mengekspresikan dan menunjukkan perasaan cintanya, memiliki dampak yang buruk. Remaja yang berbuat hal-hal dilarang denagn berlandaskan cinta, merupakan faktor pasti terjadi pernikahan dini.

Pengaruh Orang Tua

Orang tua memiliki pengaruh dan andil yang amat besar dalam kehidupan anaknya. Orang tua yang memiliki cara didik anak benar, maka anak akan terarah dengan benar. Terdapat banyak tipe dan macam dari orang tua. terdapat orang tua yang memang memiliki tradisi, bahwa menikah pada usia dini merupakan hal yang wajar sehingga mereka memberikan pengaruh dan juga pengertian pada anak agar melakukan tindakan menikah di usia dini.

Terdapat pula orang tua yang tidak menerima adanya menikah usia dini. Umumnya orang tua yang memiliki sikap seperti ini, sangat mementingkan pendidikan dan juga karir sang anak. Jadi, mereka memotivasi sang anak untuk terus menempuh pendidikan dan juga menjalani karier yang cemerlang. Dapat disimpulkan bahwa orang tua menjadi penyebab dari anak yang menikah di usia dini.

Baca Juga: Cara Mendidik Remaja Menurut Ilmu Psikologi

Menikah di usia dini bukanlah suatu kesalahan atau hal yang di larang. Namun, setiap pernikahan seharusnya di jalani oleh kedua orang yang memiliki pengertian dan juga pemikiran secara dewasa. Karena menjalankan rumah tangga sama dengan menjalankan roda kehidupan.

Oleh karena itu, melakukan pemikiran yang matang adalah salah satu hal yang perlu untuk dilakukan. Orang tua harus memiliki cara yang terbaik dalam mengarahkan anaknya.

admin Tidak ada komentar

Cara Mendidik Remaja Menurut Ilmu Psikologi

Anak pada usia remaja merupakan masa transisi. Seperti peralihan masa kanak-kanak menuju dewasa. Sehingga masa remaja, merupakan masa yang labil. Emosi tak terkontrol dan mudah sekali terbawa oleh perasaan.

Masa remaja merupakan masa seorang anak mencari jati dirinya. Oleh karena itu, orang tua harus mendidik anak pada masa remaja dengan cara yang tepat. Berikut merupakan cara yang tepat mendidik remaja menurut psikologi.

Cara Mendidik Remaja Menurut Ilmu Psikologi

Jadilah Rekan dan Sahabat

Orang tua harus memiliki sikap dan kemampuan untuk bertransformasi menjadi rekan dan juga sahabat bagi sang anak. Hal ini merupakan bentuk mendidik anak agar tidak memiliki sikap yang introvert. Apabila sang anak memiliki sikap introvert, maka hal tersebut akan mempersulit orang tua untuk melakukan kontrol pada anak.

Dengarkan keluhan anak dengan baik dan seksama. Hindari menghakimi dan sebagainya. Namun, berikan solusi yang terbaik dengan cara-cara yang baik. Hal ini akan membuat sang anak merasa di perhatikan. Sehingga tidak akan ragu untuk mengungkapkan masalah-masalahnya.

Jangan Terlalu Mengekang

Orang tua yang selalu mengekang anak di berbagai perbuatannya, akan membuat anak semakin tertekan. Hal ini mengakibatkan anak merasa tak nyaman. Bahkan cenderung menjauh dari orang tua. orang tua harus tahu bagaimana cara bersikap pada anak yang memasuki usia transisi ini.

Biarkan mereka memilik kegiatan yang di sukai, namun sebagai orang tua harus tetap memberikan pengawasan dengan cara memberikan berbagai pertimbangan. Dan juga mengecek bagiamana perkembangan sang anak tanpa harus mengekang.

Awasi Secara Sembunyi-bunyi

Pengawasan yang berlebihan dan di lakukan secara terang-terangan, akan membuat sang anak semakin merasa terbebani. Sehingga orang tua harus memiliki cara bagaimana mengawasi anak secara sembunyi-sembunyi. Dengan hal ini, meskipun terkesan membiarkan sang anak untuk berbuat semaunya, namun kontrol tetap berjalan. Sehingga anak tidak lepas kontrol begitu saja.

Berlaku Tegas Terhadap Kesalahan

Orang tua harus menunjukkan wibawanya pada anak. Berlaku tegas pada anak pada saat membuat kesalahan, merupakan bentuk pendidikan yang tepat bagi remaja. Jika orang tua selalu memberikan keringanan terhadap kesalahan. Hal ini akan membuat anak semakin berani dalam melakukan kesalahan. Karena merasa orang tua tidak begitu memperhatikan.

Berbeda dengan mendidik anak saat kecil yang harus banyak membeirkan toleransi. Saat remaja, orang tua harus mengajarkan sang anak untuk memiliki sikap tanggung jawab terhadap kesalahan yang di lakukan.

Arahkan Jangan Memaksa

Apabila Anda sebagai orang tua ingin sang anak melakukan hal tertentu dalam kehidupannya, misalkan memiliki kegiatan harian, hingga bakat. Maka, orang tua harus memberikan arahan yang bisa menarik minat sang anak terhadap bidang tersebut. Jika arahan yang dilakukan tepat, maka sang anak bisa saja menuruti keinginan orang tua.

hal yang harus di pahami disini adalah, melakukan pemaksaan akan membuat anak tertekan dan tidak akan menurut pada orang tua. Bahkan pada kasus tertentu, anak akan menjadi sangat melawan pada orang tua.

orang tua harus paham bahwa apabila sang anak telah memasuki usia remaja, maka cara didikan yang di lakukan harus berbeda. Orang tua harus memiliki kontrol namun tidak membebani sang anak. hal ini di karenakan, usia remaja merupakan usia yang sangat mudah terseret arus pergaulan.

Baca Juga: Efek Berbahaya Mendidik Anak dengan Kekerasan

Lingkungan hidup, lingkungan sekolah memberikan pengaruh yang sangat besar untuk sang anak. sehingga Anda harus mengatasi berbagai pengaruh tersebut dalam bentukan pendidikan yang tepat.

admin Tidak ada komentar

Efek Berbahaya Mendidik Anak dengan Kekerasan

Sebagai orang tahu harus memiliki pengetahuan yang lebih terkait kiat mendidik anak yang benar. Orang tua yang baik dapat mengatur proses edukasi pada anak. Sehingga selain anak mendapatkan pendidikan di sekolah, orang tua juga turut memberikan andil pendidikan pada anak. Mendidik anak dengan cara kekerasan secara langsung dapat memberikan dampak buruk pada psikologinya. Berikut beberapa dampak buruknya…

Efek Berbahaya Mendidik Anak dengan Kekerasan

Mudah Ketakutan

Anak memiliki sifat mudah ketakutan. Hal ini di karenakan kekerasan yang di terima olehnya, merubah pola berpikir dan juga keadaan hati. Anak memiliki respon yang berbeda dengan anak pada umumnya dalam merespon banyak hal. Anak cenderung takut untuk mengatakan hal-hal tertentu pada orang tua.

Hal ini karena gangguan psikologi karena adanya unsur kekerasan yang selalu di tunjukkan. Takut menangani sesuatu, takut bertanya, takut bergaul hingga mengungkapkan masalahnya pada orang tua.

Tidak Merasa Percaya Diri

Anak memiliki sikap tidak percaya diri. Sikap ini secara tidak langsung akan mempengaruhi proses pembelajarannya di sertai dengan proses pergaulannya. Ia akan kesulitan dalam pergaulan, karena merasa tidak percaya diri. Ia akan memiliki anggapan bahwa, temannya tidak akan menerima karena banyak hal.

Kemudian terkait dengan prestasi, tentu saja prestasinya menurun. Ia akan kesulitan untuk dapat berbicara di depan umum hingga kesulitan bekerja sama dalam suatu kelompok. Ia merasa selalu berbeda dengan anak lainnya. Hal ini merupakan tanda bahwa psikologinya telah terganggu.

Sering Membentak Orang Lain

Kebiasaan orang tua yang di tunjukkan pada sang anak akan secara langsung memberikan pendidikan karakter pada anak. Apabila anak mengalami kesalahan, kemudian mendapatkan bentakan hingga kekerasan dari orang tua, maka anak akan menirunya.

Sehingga saat berteman, ia akan mudah membentak hingga melakukan kekerasan pada temannya. Hal ini tentu saja akan memberikan pengaruh pada proses pergaulan si anak. anak akan kesulitan berteman dan pasif dalam pergaulan teman sebaya.

Memiliki Sifat Tertutup

Sifat tertutup pada anak dapat terjadi karena orang tua tidak memiliki perhatian khusus. Orang tua yang selalu sibuk dan juga sering memarahai sang anak jika mengganggu pekerjaannya adalah salah stau penyebabnya. Orang tua seharusnya mampu menjadi seorang pendengar dan pemberi solusi yang baik untuk anak. Dengan hal ini anak akan semakin terbuka terhadap berbagai masalah yang di alami.

Anak akan cenderung bersifat tertutup. Hal inilah yang bisa saja membahayakan si anak. Karena apabila anak bersifat tertutup, maka orang tua akan kesulitan dalam melakukan kontrol emosi anak. Tentunya hal ini bukan kesalahan sang anak. Tetapi orang tua yang selalu memberikan unsur kekerasan pada anak.

Baca juga: Kebiasaan Buruk yang Bisa Mempengaruhi Psikologi Seseorang

Prestasi Menurun

Anak juga akan memiliki kesulitan dalam hal akademik. Orang tua yang terus menuntut namun, tak memberikan solusi pada anak menyebabkan anak menjadi lemah dalam hal prestasi. Kekerasan yang di terima akan secara langsung memberikan gangguan mental pada si anak. sehingga hal ini turut mempengaruhi proses belajarnya.

Dalam hal ini orang tua harus bisa memberikan pengajaran dan juga memberikan respon yang baik untuk anak. Karena setiap apa yang di ucapkan dan di lakukan oleh orang tua akan di tiru oleh anak. Hal inilah yang di sebut keluarga adalah pendidikan pertama bagi anak sebelum sekolah dan juga lingkungan bermain.

Menjadi orang tua harus mampu memberikan pengajaran yang baik pada anak. Bukan melalui metode kekerasan. Karena hal tersebut dapat merusak mental dan juga psikologis si anak.

admin Tidak ada komentar

Efektivitas Dukungan Sosial untuk Membangun Kesehatan Mental Pada Generasi Z

 Deepapsikologi.comGenerasi Z atau yang bisa dikenal sebagai generasi yang paling berpengaruh dalam perkembangannya. Generasi Z lebih memikirkan pada hal-hal yang terbuka, lebih mengenal dengan teknologi, namun dengan pemikiran hal seperti ini seringkali remaja pada masa generasi Z ini lebih mementingkan dirinya sendiri. Dengan pemikiran yang individual ini yang akan membuat generasi Z mudah menimbulkan stres dalam dirinya. Seseorang yang memiliki kesehatan mental adalah yang mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungannya, dengan begitu setiap manusia perlu adanya dukungan dari orang lain untuk mengatasi setiap permasalahannya, terutama untuk meregulasi diri, sehingga generasi Z bisa mampu untuk mengendalikan emosionalnya dan akan menumbuhkan pribadi yang sehat mental.

Tulisan ini saya dapatkan ketika sedang melaksanakan kegiatan kerja praktik lapangan melalui Observasi dan Wawancara, terdapat dua subjek remaja awal yang berusia 12-14 tahun menggunakan alat komunikasi yaitu Handphone di Yayasan Raudhah Syarifah. Pada subjek pertama ketika sedang selesai kegiatan sekolah, subjek selalu bermain handphone dan tidak jarang memperlihatkannya kepada peneliti, menurut orang tuanya, daripada anaknya susah diatur atau tidak nurut dengan orang tua, lebih baik memberinya handphone dengan begitu anak menjadi lebih pendiam, namun dengan memberinya handphone membuat anak tersebut terlihat lebih individualis dan sedikit mudah marah terhadap temannya, ia sering kali terlihat bermain sepeda dengan sendiri atau melalukan segala suatu hal dengan sendiri. Pada subjek kedua ketika selesai kegiatan sekolah, ia cenderung menggunakan hp untuk melihat video social media, baik youtube maupun Instagram, bahkan menurut ibunya, pernah terlihat bahwa subjek membuka situs-situs web terlarang. Hal ini tentu akan berdampak bagi psikologis anak tertutama dalam hal kesehatan mental

Memahami Generasi Z

Menurut David Stillman, (dalam Ika Ardina, 2017). Saat ini populasi generasi Z di Amerika Serikat mencapai 72,8 juta jiwa, meskipun memiliki kesamaan karakter dengan generasi Y, terutama dalam interaksi dengan teknologi. namun ada beberapa perbedaan terutama dalam hal pekerjaan.

Stillman (dalam Ika Ardina, 2017) mengatakan bahwa perbedaan ini salah satunya disebabkan oleh cara didik orang tua. Orang tua generasi milenial umumnya masih berasal dari generasi baby boomer yang lahir antara tahun 1946 sampai 1964. Mereka mendidik generasi milenial untuk bekerja sama, dengan mengatakan bahwa dua kepala lebih baik daripada satu kepala.  Inilah yang membuat generasi milenial sangat mementingkan kebersamaan dan kerja sama.

 

Dukungan Sosial untuk Membangun Kesehatan Mental Pada Generasi Z

Dukungan Sosial untuk Membangun Kesehatan Mental Pada Generasi Z

Karakteristik Generasi Z

Generasi Z yang umumnya dilahirkan dan dididik oleh orang tua dari generasi X, berpikir sebaliknya; jika ingin mendapatkan hasil yang bagus, kerjakan sendiri. Hal ini disebabkan karena mereka dididik oleh orang tua yang mengatakan dunia penuh dengan kompetisi. Sejak kelahirannya, generasi Z tidak hanya mengenal teknologi, tetapi mereka sudah akrab dengan teknologi dan gawai yang canggih. Mereka juga mampu melakukan berbagai kegiatan yang berhubungan dengan dunia maya dalam satu waktu. Misalnya mereka dapat mengakses situs, sambil melakukan aktivitas dimedia sosial, dan mendengarkan musik.

Perbedaan-perbedaan lain antara generasi milenial dengan generasi Z yang juga disebut sebagai generasi pasca milenial, I-generation, atau generasi plural ini, dikutip dari situs Huffington Post, antara lain lebih tidak fokus. Ini karena generasi Z lebih cepat memperoleh informasi dari pada generasi-generasi sebelumnya, lebih baik dalam hal melakukan pekerjaan ganda atau multi tasking, mereka juga serba bisa.

Generasi Z juga lebih berpikiran terbuka dan global, tetapi lebih individual. Mereka dapat saja memilih untuk tidak menyelesaikan sekolah dan terjun ke dunia kerja, lalu kemudian melakukan sekolah secara online untuk memperoleh gelar. Karena mereka percaya gelar sarjana memang penting untuk menunjang karier mereka. Mereka berjiwa wirausaha. Bagi generasi Z, penghasilan yang diperoleh dari hobi bukanlah penghasilan tambahan, karena mereka menganggap hobi adalah pekerjaan, dan pekerjaan mereka adalah hobi. Dan pastinya mereka lebih ramah teknologi, bagi mereka teknologi dapat melakukan apa saja, termasuk belajar dan bekerja.

 

Teori yang Membahas Definisi dari Generasi Z

Menurut Kupperschmidt  (Putra, 2016) Generasi adalah sekelompok orang yang memiliki kesamaan tahun lahir, umur, lokasi dan juga pengalaman historis atau kejadian-kejadian dalam individu tersebut yang sama yang memiliki pengaruh dalam fase pertumbuhan mereka. Jadi, dapat dikatakan pula bahwa generasi adalah sekelompok individu yang mengalami peristiwa-peristiwa yang sama dalam kurun waktu yang sama pula.

Generasi Z merupakan generasi yang paling muda yang baru memasuki angkatan kerja. Kelompok generasi ini biasanya disebut dengan generasi internet atau I-generation. Generasi Z lebih banyak berhubungan sosial lewat dunia maya. Sejak kecil, generasi ini sudah banyak dikenalkan oleh teknologi dan sangat akrab dengan smartphone dan dikategorikan sebagai generasi yang kreatif. Karakteristik pada generasi Z ini lebih menyukai kegiatan sosial dibandingkan generasi sebelumnya, lebih suka di perusahaan start up, multitasking, sangat menyukai teknologi dan ahli dalam mengoperasikan teknologi tersebut, peduli terhadap lingkungan, mudah terpengaruh terhadap lingkungan mengenai produk (Born Between, 2010).

Menurut penelitian American Psychological Association (APA) tahun 2018 berjudul “Stress in America: Generation Z”, anak muda usia 15 sampai 21 tahun adalah kelompok manusia dengan kondisi kesehatan mental terburuk dibandingkan dengan generasi-generasi lainnya. Mereka adalah generasi Z, atau yang diartikan Taylor & Keeter (2010) sebagai orang-orang yang lahir pada tahun 1993 sampai tahun 2005. Adapun dari lima kelompok generasi lainnya yaitu silent generation, baby boomers, generation X, dan millennials, generasi Z merupakan golongan termuda. Penelitian yang dilakukan APA tersebut melibatkan wawancara dengan 3500 terwawancara berumur 18 tahun ke atas, dan 300 wawancara dengan terwawancara usia 15 sampai 17 tahun. Menurut penelitian APA tersebut, diperoleh hasil bahwa sebanyak 91 persen generasi Z mempunyai gejala-gejala emosional maupun fisik yang berkaitan dengan stres, seperti depresi dan gangguan kecemasan. Stres adalah faktor terbesar penyebab buruknya kesehatan mental generasi Z (dikutip dari: http://muda.kompas.id, 2019).

 

Teori tentang Kesehatan Mental

Bicara mengenai kesehatan mental, ada baiknya terlebih dahulu memahami konsep sehat. Menurut World Health Organization atau yang selanjutnya di singkat menjadi WHO (dalam Wildan Yuliansyah, 2016), sehat adalah suatu keadaan sempurna, baik fisik, mental, maupun social. Sehat tidak hanya terbebas dari penyakit atau kelemahan cacat. Undang-undang  No. 23 Tahun 1992 (dalam Wildan Yuliansyah, 2016), tentang kesehatan menyatakan bahwa sehat adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan social yang memungkinkan hidup produktif secara sosial dan ekonomi.

Tingkat kesehatan seseorang dapat ditingkatkan dan dioptimalkan. Tidak hanya memandang bagaimana seseorang sembuh dari saktinya, tetapi bagaimana meningkatkan kesehatan seseorang menjadi lebih optimal (Wildan Yuliansyah, 2016). Meningkatkan kesehatan yang dimaksud adalah cara-cara seperti olahraga, mengonsumsi suplemen (makanan atau minuman tambahan), fitness, dan lain-lain. Selain dapat menjaga seseorang tetap dalam kondisi sehat, cara-cara tersebut dapat meningkatakan fungsi-fungsi organ tubuh sehingga dapat mengoptimalkan kondisi sehatnya untuk melakukan berbagai kegiatan yang produktif (Wildan Yuliansyah, 2016).

 

Sifat-sifat yang Melekat pada Orang yang Sehat Mental

Para ahli kesehatan mental mengatakan bahwa terdapat tiga sifat yang melekat pada orang yang sehat mental (Wildan Yuliansyah, 2016).

  1. Dia memiliki pandangan yang sehat (benar) terhadap kenyataan. Kenyataan diartikan sebagai segala kondisi dan keadaan yang menempel pada diri seseorang, baik itu tentang dirinya sendiri maupun situasi disekitarnya. Dia mampu melihat kemampuannya dan memaksimalkan potensi yang dimiliki untuk kelangsungan hidupnya. Seseorang yang bisa menerima diri sendiri apa adanya juga kenyataan dihadapannya, akan mampu melihat dari sudut pandang yang benar. Dia bisa memanfaatkan kemampuan dirinya, sehingga dapat mengaktualisasikan diri sesuai bidang dan kondisi kehidupan yang sedang dijalaninya.
  2. Cakap dan pandai menyesuaikan diri dengan segala kemungkinan hidup serta bisa mengatasi masalah yang sedang dihadapinya. Hidup penuh dengan segala kemungkinan. Sekuat apapun kita berusaha, kenyataan yang akan terjadi di waktu mendatang tidak akan bisa kita pastikan. Seseorang yang bermental sehat selalu siap menghadapi segala kemungkinan dan mudah menyesuaikan diri dalam keadaan apapun. Begitu pula masalah-masalah yang sedang terjadi, akan dihadapi, dan diatasi dengan baik.
  3. Mencapai kepuasaan pribadi dan ketenangan hidup tanpa merugikan orang lain. Hal ini merupakan keadaan manusia berada pada puncak aktualisasi dirinya. Kebutuhannya secara jasmani atau fisik, psikis atau jiwa, dan sosial terpenuhi, sehingga dia mencapai ketenangan hidup tanpa harus menyakiti orang lain.

 

Hal-Hal yang Dapat Membentuk Kesehatan Mental

Prgram promosi kesehatan mental dan dukungan sosial dapat membentuk kesehatan mental. Promosi kesehatan mental pada umumnya tidak berbeda dengan promosi pada kesehatan masyarakat. Hal ini karena promosi fisik mempengaruhi peningkatan kesehatan mental. Program peningkatan kesehatan mental ini dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis program, yaitu melalui program komersial, kelompok atau organisasional, dan komunitas (Wildan Yuliansyah, 2016).

  1. Program-program kesehatan mental komersial, adalah program-program dalam bentuk jasa atau produk yang ditawarkan oleh suatu pihak tertentu. Biasanya organisasi atau jaringan bisnis yang mampu meningkatkan atau menjaga kesehatan psikologis. Program-program yang bersifat komersial ini misalnya pendidikan khusus bagi anak-anak berbakat, permainan-permainan kratif untuk anak-anak, bahan-bahan bacaan dan obat-obatan yang dapat merangsang pertumbuhan otak.
  2. Program-program kesehatan mental yang dikembangkan melalui kelompok atau organisasi, adalah program-program yang tidak mencari keuntungan. Program anti alcohol dan anti rokok yang dijalankan oleh LSM merupakan bentuk program-program dalam kategori ini.
  3. Program komunitas, adalah program promosi kesehatan mental yang dilaksanakan secara sukarela oleh masyarakat secara umum, tidak terorganisasi secara rapi, dan tidak bersifat komersial. Gerakan-gerakan kemasyarakatan, misalnya, sadar hukum adalah bentuk program promosi kesehatan mental kategori ini.

 

Program untuk Promosi Kesehatan Mental

Berbagai program yang dapat dikembangkan untuk promosi kesehatan mental antara lain :

  1. Peningkatan keterampilan sosial pada orangtua, wanita, pasangan suami-istri.
  2. Membantu individu untuk menjalankan tahap perkembangan khusus dan transisi seperti memulai sekolah, memasuki masa remaja, pengalaman menjadi orang tua, pengunduran diri, dan masa tua.
  3. Meningkatkan keterampilan hubungan antarpribadi (interpersonal) yang bersifat khusus seperti asertif (tegas bertanggung jawab), komunikasi, pemecahan konflik, dan pemecahan masalah.
  4. Membantu orang menangani situasi yang menimbulkan stress.

Selain itu, adapun program lain untuk membangun kesehatan mental pada generasi Z. Setiap manusia pasti membutuhkan bantuan dari orang lain, maka dari itu perlunya adanya dukungan sosial untuk menyelesaikan suatu permasalahan, terutama pada generasi Z.  Metode yang digunakan adalah penerapan dukungan sosial untuk membangun kesehatan mental pada generasi Z. Subjek diminta untuk melakukan kegiatan pembelajaran secara berkelompok, seperti: (1) Menggambar, (2) Membuat percakapan antara teman, (3) kemudian subjek diminta untuk berdiskusi dengan teman sebayanya. Pada akhir pertemuan melakukan kegiatan Outbound yaitu kegiatan perlombaan atau permainan berkelompok pada remaja awal agar anak dapat bekerja sama dengan baik terhadap lingkungan sosialnya

Memahami Dukungan Sosial

Dukungan sosial menurut Sarason (Kumalasari & Ahyani, 2012) yaitu keberadaan, kesediaan, kepedulian dari orang-orang yang dapat diandalkan, menghargai, menyayangi. Sarafino (2011) mengemukakan bahwa dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, penghargaan dan bantuan yang dipersepsi oleh individu yang diterimanya dari orang atau sekelompok orang. Saat seseorang didukung oleh lingkungan maka segalanya akan terasa lebih mudah. Dukungan sosial yang diterima dapat membuat individu merasa tenang, diperhatikan,dicintai, timbul rasa percaya diri dan kompeten (Usfuriyah, 2014).  Adapun aspek-aspek dukungan sosial menurut House (Smet, 1994) adalah dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental dan dukungan informasi. Maka dari itu dukungan sosial teman sebaya dan keluarga sangat penting bagi perkembangan anak. Dengan adanya keterlibatan teman dan keluarga dalam pembelajarannya, anak akan lebih bersemangat untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan sekolah. Hasil ini dapat menunjukkan bahwa dukungan sosial cukup efektif diterapkan pada generasi Z dan membantu anak-anak dalam kegiatan pembelajarannya.

 

Sumber Kepustakaan dari artikel Dukungan Sosial dan Kesehatan Mental

Yuliansyah, Wildan. 2016. Kesehatan Masyarakat Kesehatan Mental.

Surakarta: PT Borobudur Inspira Nusantara

Haryadi, Selma Kirana. 2019. Darurat Kesehatan Mental Generasi Z.

Dikutip dari : https://muda.kompas.id/baca/2019/04/12/darurat-kesehatan-mental-generasi-z/

Lazuardi, Nugroho.  2016. Pengaruh Intervensi Support Group Terhadap Kualitas

Hidup Pasien  Penyakit Ginjal  Kronis yang Menjalani Himodialisa.

Di kutip dari : https://eprints.undip.ac.id

Gladding, Samuel T. 2012. Konseling Profesi yang Menyeluruh,

edisi keenam. Jakarta: Indeks

Ardina, Ika. 2017. Mengenal Generasi Z.

Dikutip dari: https://beritagar.id/artikel/gaya-hidup/mengenal-generasi-z

Haryadi, Kirana. 2019. Darurat Kesehatan Mental Generasi Z.

Dikutip dari: https://muda.kompas.id/baca/2019/04/12/darurat-kesehatan-mental-generasi-z/

Mahpur, Mohammad.2017, Memantapkan Analisis Data Kualitatif Melalui

Tahapan Koding, Tersedia: http://repository.uin-malang.ac.id/800/2/koding

Kamus Besar Bahasa Indonesia. [ Online ]. Tersedia di

Kbbi.kemdikbud.go.id/entri/religious. Diakes 15 Maret 2019.

Kumalasari, Fani & Ahyani, Latifah, Nur. 2013. Hubungan Dukungan Sosial

Dengan Penyesuaian Diri Remaja di Panti Asuhan. Jurnal Vol, 1 no. 1. Universitas: Maria Kudus.

Sarafino, Edward. P., & Smith, Timothy. 2011. Health  Psychology

Biopsychological Interactions: Stress, Biopsychological Factors, and Ilness. 7th Edition. Canada: Jhon Wiley & Sons, Inc.

Sarason, I dan Sarason, B.R. 2007. Social Support Theory Research and

Aplication. Baston: Martinus Hijhott.

Smet, Bart. (1994). Psikologi Kesehatan. Jakarta: Grasindo.

Yasri, HT. 2014, BAB II Kajian Pustaka, Tersedia:

http://etheses.uin-malang.ac.id/797/6/10410001/

Davison, Gerald C.2006, Psikologi Abnormal, Depok: PT Raja Grafindo Persada.

 

 

Ditulis oleh : Rama Adhi Putra, 16 Januari 2019

admin Tidak ada komentar

Mengenal Pola Asuh Otoriter Orangtua kepada Anak

Deepapsikologi.com — Pola asuh anak merupakan sebuah proses yang bertujuan untuk meningkatkan dan mendukung perkembangan fisik, emosional, sosial, finansial, dan intelektual seorang anak. Sebagai orangtua tentunya ingin menerapkan pola asuh yang tepat untuk anaknya. Namun tidak semua orang tua mengetahui bahwa pola asuh yang mereka terapkan akan mempengaruhi keberlanjutan kehidupan anak di masa mendatang. Berbicara mengenai pola asuh, banyak sekali orang tua yang kurang memperhatikan dampak pola asuh yang diterapkan untuk anak. Hal itu dikarenakan minimnya pengetahuan orang tua mengenai pola asuh ataupun tingkat pendidikan orangtua yang rendah.

Jenis Pola Asuh yang Diterapkan Orangtua

Terdapat beberapa macam pola asuh yang bisa diterapkan oleh orangtua, antara lain: permisif, otoriter, demokratis, dan lain sebagainya. Sebagai orangtua, harus bisa memilah pola asuh yang kedepannya tidak merugikan anak. Berdasarkan pengalaman penulis, yaitu mendapat pola asuh otoriter dari orangtua. Pola asuh otoriter adalah pola asuh yang bersifat pemaksaan, keras, dan kaku. Orang tua akan membuat berbagai aturan yang tidak bisa diganggu gugat harus dipatuhi oleh anak. Orang tua akan merasa emosi dan marah ketika anak melakukan hal yang tidak sesuai dengan yang ditetapkan oleh orang tua. Hukuman mental dan fisik sering diterima oleh anak hanya untuk membuat anak tetap patuh dan disiplin serta menghormati orang tua.

Memahami Pola Asuh Otoriter

Hurlok (1980) menjelaskan bahwa penerapan pola asuh otoriter sebagai disiplin orang tua secara otoriter yang disiplin tradisional. Dalam disiplin otoriter orangtua menetapkan peraturan-peraturan dan memberitahukan anak bahwa ia harus mematuhi peraturan tersebut. Anak tidak diberikan penjelasan mengapa harus patuh dan tidak diberi kesempatan mengemukakan pendapat meskipun peraturan yang diberikan tidak masuk akal.

Adapun ciri pola asuh otoriter yaitu menuntut anak untuk memenuhi semua aturan yang dibuat orangtua, tidak mempertimbangkan pendapat dan perasaan anak, memiliki ekspektasi tinggi terhadap anak dan memiliki hubungan komunikasi yang buruk dengan anak. Pada dasarnya komunikasi harus terjalin dengan baik antara orang tua dan anak. Karena komunikasi merupakan hal yang sangat penting untuk keharmonisan masa depan. Hubungan orangtua dan anak dalam pola asuh otoriter cenderung dingin dan memiliki jarak. Karena orang tua dengan pola asuh otoriter lebih banyak menggunakan hukuman daripada strategi kedisiplinan.

Dampak dari Gaya Pengasuhan Otoriter terhadap Anak

Kebanyakan orang tua berharap dengan pola asuh yang demikian akan membuat anak menjadi penurut. Padahal hasil yang didapatkan dari pola asuh otoriter seringkali bertolak belakang dengan harapan orang tua. Hal tersebut dapat menyebabkan anak tumbuh menjadi pribadi yang kurang baik. Misalnya ia menjadi anak yang tidak bahagia dengan sepenuhnya, menjadi pribadi yang penakut, dan memiliki perilaku mudah tersinggung. Anak menjadi lebih senang ketika berada diluar rumah, dan memiliki tingkat kepercayaan diri yang rendah. Selain itu dampak dari pengasuhan otoriter menjadikan anak memiki kemampuan komunikasi yang rendah serta keterapilan sosial yang rendah pula. Bahkan dalam kasus yang lebih parah, anak yang mendapat pola asuh otoriter lebih besar untuk penyalahgunaan narkoba dan gangguan kesehatan mental serta berperilaku agresif.

Kemarahan yang ditimbulkan karena ketidakpuasan orangtua terhadap hasil belajar anak, sebenarnya tidak membuat anak semakin giat belajar. Hal tersebut hanya akan membuat prestasi belajar pada anak akan menurun. Berdasarkan pengalaman penulis ketika masih duduk dibangku sekolah selalu mendapat peringkat 1. Tetapi hal tersebut masih saja belum bisa membuat orangtua dengan pola asuh otoriter merasa bangga. Mereka masih saja menuntut nilai yang sempurna. Dengan demikian membuat anak menjadi terpuruk dan kehilangan semangat.

dampak pola asuh otoriter

dampak pola asuh otoriter

Sikap Otoriter Orangtua berpengaruh terhadap Interaksi Sosial Anak

Kemudian di dalam lingkup sosial, orang tua dengan pola asuh otoriter sering membandingkan anaknya dengan anak lain. Dimana perbandingan tersebut membuat anak merasa tidak percaya diri. Anak akan selalu merasa minder karena tidak mendapat dukungan yang positif dari orang tua. Bahkan depresi pada anak seringkali terjadi tanpa sepengetahuan orang tua.

Orang tua dengan pola asuh otoriter juga sering kali membatasi pertemanan anaknya. Mereka melarang anaknya berteman dengan sembarang orang termasuk lawan jenis sejak dini. Sehingga hal tersebut berlanjut hingga anak berusia dewasa. Dengan demikian penulis tumbuh menjadi kepribadian yang memiliki kepercayaan diri rendah, tidak pandai bersosialisasi di lingkungan sekitar, menjadi pribadi yang pendiam dibandingkan dengan orang lain, ketika menghadapi permasalahan ia akan memendam sendiri, ketidakpuasaan dalam berbagai pencapaian dan berbagai gangguan kesehatan mental lainnya.

Perubahaan Jaman harusnya membuat Pola Pengasuhan Orangtua lebih Fleksibel

Padahal zaman telah berubah dan berkembang, kebutuhan anakpun sudah berubah. Sebagai orang tua harusnya memahami tentang kemajuan zaman dan seharusnya tidak terjebak dengan cara mendidik pada zaman dahulu. Suka ataupun tidak suka, perubahan zaman harus dihadapi dan cara mendidik anak juga harus berubah.

Hingga pada suatu saat penulis bertemu dengan seorang yang menggeluti bidang ilmu psikologi. Ia menjelaskan bahwa setiap perilaku ada pencetusnya. Mulai saat itu penulis baru menyadari bahwa ilmu psikologi sangat penting dalam kehidupan. Penulis dikenalkan dengan berbagai macam pengetahuan psikologi yang bisa membuka pola pikir menjadi lebih baik dari sebelumnya. Sehingga terjadi banyak perubahan perilaku dari yang kurang baik menjadi lebih baik. Ilmu psikologi sedikit demi sedikit mengubah ketidakpercayaan diri menjadi meningkat. Mengubah perilaku negatif menjadi perilaku positif. Memandang hidup adalah sebuah kebermaknaan.

Dampak Positif Pola Asuh Otoriter

Namun dibalik pola asuh otoriter orang tua ada beberapa hal positif bagi anak. Diantaranya adalah anak tumbuh menjadi pribadi yang disiplin, tingkat kemandirian tinggi, dan memiliki tanggung jawab tinggi di dalam kehidupan. Untuk membentuk kepribadian anak menjadi anak yang luar biasa, orang tua harus memiliki pengetahuan banyak mengenai pola asuh. Pola asuh yang tepat diterapkan oleh orang tua seharusnya menyesuaikan dengan  usia anak. Dengan demikian hubungan orang tua dan anak akan terjalin harmonis hingga anak berusia dewasa. Semoga kita semua bisa menjadi orang tua yang luar biasa untuk anak yang luar biasa.

 

 

___________

Ditulis oleh Monalisa Darma

E-mail: @monalisa.student.uns.ac.id

admin Tidak ada komentar

Kebiasaan Buruk yang Bisa Mempengaruhi Psikologi Seseorang

Psikologi merupakan kondisi jiwa seseorang. Sehingga kesehatan psikologi merupakan salah satu bentuk kondisi jiwa yang sehat. Jadi, menghindari berbagai kebiasaan yang buruk yang bisa mempengaruhi psikogi merupakan kewajiban. Hal tersebut merupakan upaya untuk menjaga keadaan psikolgi tetap sehat dan juga baik. Berikut adalah kebiasaan buruk yang sebisa mungkin untuk di hindari.

Kebiasaan Buruk yang Bisa Mempengaruhi Psikologi Seseorang

Tidak Memiliki Sikap Optimis

Seseorang yang tidak memiliki sikap optimis. Dengan kata lain memandang bahwa apa yang ia lakukan tidak akan berdampak baik, merupakan salah satu hal yang dapat menyebabkan gangguan psikologi. Seseorang yang memiliki pemikiran pesimis, akan memandang dunia tidak selalu berpihak kepadanya. Dengan hal ini ia akan merasa bahwa sebaik apapun yang di lakukan, hal baik tidak akan berpihak kepadanya.

Seseorang dengan kebiasaan seperti ini cenderung menganggap sulit berbagai tantangan. Sehingga ia akan malas mengerjakan tantangan. Selain itu, karena menganggap amat sulit, cenderung berpikir terlalu keras bahkan bisa berakibat stress dan sebagainya.

Selalu Menginginkan Kesempurnaan

Ini merupakan sebutan lain dari perfeksionis. Seseorang yang selalu ingin merasakan berbagai kesempurnaan di setiap kehidupannya, biasanya akan langsung down atau putus asa jika hal itu tak terjadi. Dengan kata lain, apabila pekerjaan yang ia kerjakan tak sempurna, maka ia bisa mengalami gangguan psikologi. Mengalami rasa stress berkepanjangan. Sehingga jiwa dan juga mental menjadi terganggu.

Baik saja seseorang ingin menyelesaikan segala sesuatau dengan kesempurnaan. Namun, jika itu hadir menjadi kebiasaan, maka akan mempengaruhi psikologi. Ia tidak akan menerima kesalahan sekecil apapun. Hal ini nantinya akan menimbulkan masalah mental dan juga jiwa. Bahkan, sebagian orang yang memiliki kebiasaan sikap perfeksionis akan sangat stress jika apa yang ia kerjakan ternyata tidak sesuai dengan ekspetasi.

Menganggap Rendah Diri Sendiri

Seseorang yang selalu menganggap redah kemampuan diri dan juga selalu membandingkan dengan orang lain. Hal ini merupakan salah satu bentuk perbuatan yang bisa mengganggu keadaan psikologi seseorang. Orang dengan gaya seperti ini akan selalu menganggap remeh dirinya, sehingga tidak lagi percaya dengan kemampuan yang dimilikinya.

Apabila kebiasaan ini tetap di pertahankan, maka gangguan psikologi akan terganggu dan juga mental menjadi tidak sehat. Umumnya mendengarkan banyak motivasi dapat mengatasi kebiasaan yang stau ini. Selain itu, penanaman nilai bahwa dirinya memiliki kemampuan, adalah hal yang penting.

Baca Juga: Dampak Perang Bagi Kesehatan Mental Anak

Memiliki Waktu Tidur yang Kurang

Waktu tidur yang cukup merupakan salah stau kebiasaan yang harus tetap di jaga oleh setiap orang. Tidur yang berkualitas dapat menjadikan hidup dan juga perasaan menjadi lebih berkualitas. Tidur merupakan suatu kesempatan bagi tubh untuk beristirahat. Segala sistem tubuh dan juga pikiran akan ikut beristirahat sejenak setelah sepanjang hari di gunakan.

Sehingga apabila seseorang mengabaikan waktu tidurnya, hal tersebut tentu saja akan memilii dampak yang buruk. Bukan hanya dampak bagi kesehatan, tetapi juga dampak dengan keadaan psikologinya. Dengan demikian, ia akan merasa ngat terbebani, dan tidak memiliki istirahat yang cukup.

Beberapa kebiasaan buruk tersebut harus di hindari sejauh mungkin. Hal ini merupakan upaya untuk menjaga kesehatan mental dan psikologi. Seseorang yang selalu pesimis, maka dalam hidupnya juga rentan mengalami kegagalan.

Seseorang yang memandang remeh kemampuan dirinya, maka ia juga rentan mengalami kegagalan. Sifat sempurna merupakan sifat yang baik, namun jika di lakukan secara berlebihan, jika terjadi kegagalan, maka stress tidak terhindarkan.

admin Tidak ada komentar

Dampak Perang Bagi Kesehatan Mental Anak

Deepapsikologi.com — Perang adalah adalah sebuah aksi fisik dan non fisik yang terjadi diantara dua kelompok atau lebih yang dimana bertujuan untuk mendominasi suatu wilayah yang diperebutkan. Pada era modern ini masih juga terjadi peperangan di berbagai belahan dunia seperti Afganistan, Kamboja,Palestina dan iran. Pada era modern, perang lebih mengarah pada kecangihan teknologi dan industri yang dimiliki untuk membantu berjalanya aktifitas perang tersebut. Seiringinya kemajuan zaman dan juga kecanggihan alutsista yang dimiliki semakin besar pula penderitaan atau dampak dari perang tersebut. Sehingga menimbulkan gangguan secara ekonomi, kesejahteraan, sosial, Politik dan masih banyak lagi.

 

Dampak Perang bagi Kesehatan Mental Anak

Dampak Perang bagi Kesehatan Mental Anak

Hal-hal yang Menyebabkan Terjadinya Perang

Hal yang melatar belakangi terjadinya perang yang sudah terjadi sejak dulu sampai sekarang tentunya tidak lepas dari beberapa faktor. Seperti: perbedaan ideologi, keinginan untuk memeperluas kekuasaan, perbedaan kepentingan dan juga keinginan untuk menguasai sumber daya alam yang sangat berharga. Peperangan tidak hanya merugikan secara ekonomi, kesejahteraan, sosial, Politik saja. Namun juga berdampak pada warga masyarakat sipil dan khususnya anak-anak yang belum tahu apa-apa. Justru anak-anak di Negara yang terjadi peperangan terkena dampak yang sangat besar mulai dari segi fisik dan juga dari segi psikologi.

Nah sahabat DEEPA tahu tidak bahwa dampak negara yang berperang bisa menjadi ancaman bagi anak-anak itu sendiri mulai dari pertumbuhan secara fisik atau pun secara psikis. Lalu apa sih akibat Negara yang berkonflik terhadap psikis anak-anak?.

Definisi Perang

Disini saya akan memaparkan sedikit dampak anak-anak yang terpapar perang di negaranya. Perang memang tidak bisa lepas dari kehidupan kita saat ini entah itu perang secara besar –besaran yang dimana melibatkan banyak aspek sebagai pendukung seperti perang dunia I & II , Israel –Palestina dan lain sebagainya atau perang bersekala kecil. Perang bersekala besar dan perang bersekala kecil tetap akan adanya jatuh korban termasuk anak-anak yang dimana mereka tidah tahu apa-apa akan tetapi mereka menerima dampak perang itu sendiri. Arti perang menurut KBBI adalah (1) permusuhan anatara dua Negara (bangsa, agama, suku. (2) pertempuran bersar bersenjata antara dua pasukan atau lascar, pemberontak.( 3) perkelahilan; konflik. Anak –anak yang Negaranya sering terjadi konflik akan menggalami berbagai masalah psikologis yang sangat serius sehingga ini harus kita memberi perhatian yang lebih.

Hubungan Perkembangan Anak dengan Keadaan di Lingkungan Sekitar Anak

Di dalam teori Vygotsky menyatakan bahwa tumbuh kembang anak ditentukan oleh keadaan lingkungan. Lingkungan anak merupakan stimulus yang lebih penting dalam mendorong tubuh kembang anak. Di dalam lingkungan yang baik maka tumbuh kembang anak akan baik dan sesuai pada umumnya. Namun apabila lingkungan anak tidak baik seperti sering terjadi konflik (perang) maka tumbuh kembang anak akan terhambat. Kondisi fisik, sosial, budaya, ekonomi juga menjadi salah satu faktor penting dan memberi pengaruh bagi masa kanak-kanak. Anak-anak merupakan sebagai penerus kehidupan kita selanjutnya sehingga kita harus menyiapkan anak untuk dapat menyosong kemasa depan yang lebih baik lagi. Anak-anak juga menjadi pemain peradapan kemajuan zaman yang akan datang.

 

Penelitian Tentang Dampak Perang di Palestina dan Afganistan

Pada penelitian yang di lakukan oleh R. Srinivasa Murthy & Rashmi Lakshminarayana (2006) dengan judul ‘’Mental health consequences of war: a brief review of research findings’’ . Dimana penelitian ini berisi tentang rangkuman –rangkuman dari berbagai penelitian sebelumnya tentang kondisi kesehatan mental anak-anak yang terpapar perang dari berbagai Negara seperti di Palestina.

Sebuah studi yang dilakukan oleh Program Kesehatan Mental Komunitas Gaza antara anak-anak berusia 10-19 tahun. Mengungkapkan bahwa 32,7% menderita gejala PTSD membutuhkan intervensi psikologis. 49,2% dari gejala PTSD sedang, 15,6% dari gejala PTSD ringan, dan hanya 2,5% tidak memiliki gejala. Dan konflik tersebut menyebabkan anak laki-laki memiliki tingkat yang lebih tinggi (58%) dibandingkan anak perempuan(42%). Disamping itu gejala yang timbul yakni seperti perilaku agresif(46%), Hasil sekolah yang buruk (38%), menderita dari mimpi buruk sebesar(39%). Dalam serangkaian penelitian selama 10 tahun terakhir dari Komunitas Gaza Mental Health Center. Jenis yang paling umum dari paparan trauma bagi anak-anak yang menyaksikan pemakaman (95%). Jenis trauma yang lain yaitu saksi penembakan (83%), melihat terluka atau mati orang asing (67%) dan melihat keluarga terluka atau tewas (62%). Di antara anak-anak yang tinggal di daerah pemboman, 54% menderita parah, 33,5%.

Sedangkan di   Negara ke dua adalah Afganistan dari hasil study menyatakan bahwa gejala kecemasan di 72,2%, dan gangguan stres pasca-trauma (PTSD) di 42%. Perempuan memiliki status kesehatan mental yang lebih buruk. Selanjutnya study kedua 1011 responden berusia 15 tahun ke atas membentuk sampel. Hampir setengah dari populasi mengalami peristiwa traumatis. Gejala depresi yang diamati pada 38,5% responden, gejala kecemasan di 51,8% dan PTSD di 20,4%. Tingginya tingkat gejala dikaitkan dengan jumlah yang lebih dari peristiwa traumatik yang dialami. Wanita memiliki tingkat lebih tinggi daripada laki-laki. Sumber utama dukungan emosional adalah agama dan keluarga.

Trauma Anak yang Tumbuh dalam Lingkungan Perang

Pada penelitian berikutnya yang di lakukan oleh AA Thabet, A. Abu Tawahina Eyad El & Sarraj Panos Vostanis (2007) dengan judul ‘’Exposure to war trauma and PTSD among parents and children in the Gaza strip’’ yang dimana hasil penelitian tersebut anak-anak mengalami peristiwa trauma di karena Menonton tubuh dimutilasi dan orang-orang yang terluka di TV 98,5% Menyaksikan tanda-tanda shelling di tanah 94,9 %, Mendengar suara sonik dari jetfighters 89,8%, Menyaksikan pemboman rumah lain dengan pesawat terbang dan helikopter 86.7 %, Mendengar shelling daerah oleh artileri 92.9%.

Anak-anak dilaporkan reaksi yang berbeda terhadap peristiwa traumatis yang dimana memunculkan reaksi yang paling umum adalah: insomnia (40,5%), kaget yang berlebihan (39%), dan mencoba untuk menghapus kenangan dari pikiran mereka (39%). Anak laki-laki dan 71,1% dari gadis-gadis Masalah kesehatan mental yang di alami adalah PTSD 70,1 %, jumlah kesulitan 42,7%,  masalah Perilaku 36,8% masalah Hiperaktif 22,8% masalah emosional 24,4% masalah hubungan rekan 60.1% Kecemasan 33,9%.

Orang tua dan anak-anak telah mengalami kejadian dengan tingkat tinggi. Dimana menyebabkan anak-anak dapat dipengaruhi secara langsung oleh paparan trauma dan dengan reaksi orang dewasa. Yaitu melalui trauma primer dan sekunder. Beberapa mekanisme dampak langsung telah ditemukan untuk menerapkan secara independen untuk kedua orang tua dan anak-anak seperti kehilangan kontrol, kehilangan citra diri (terutama jika anggota keluarga telah terluka). Dampak langsung lainnya seperti ketakutan kematian dan membahayakan, dan isolasi dari jaringan sosial mereka. Anak-anak juga bisa mengalami peningkatan ketergantungan dan takut ditinggalkan Reaksi orangtua dapat dipengaruhi oleh trauma masa lalu sehingga dalam pengasuhan anak pun juga mengalami kendala.

Kesimpulan dari Dampak Perang 

Jadi kesimpulannya sahabat DEEPA bahwa perang merupakan suatu aksi yang dimana dilakukan oleh dua kelompok atau lebih. Perang ditujukan untuk menguasai suatu teritori atau dominasi dari pihak lain. Dampak dari perang mengakibatkan kerugian di segala aspek seperti ekonomi, politik, sosial dan budaya. Anak yang tinggal di wilayah konfilik terkadang mengalami gangguan kesehatan mental sehingga mempengaruhi perkembangan psikologis anak.

Peristiwa-peristiwa traumatik yang di alami adalah menonton tubuh dimutilasi dan orang-orang yang terluka di TV 98,5%, menyaksikan tanda-tanda shelling di tanah 94,9% , mendengar suara sonik dari jetfighters 89,8 % menyaksikan pemboman rumah lain dengan pesawat terbang dan helikopter 86.7% , mendengar shelling daerah oleh artileri 92.9% menyaksikan penembakan oleh tank dan artileri berat dari rumah tetangga 74,5% .Hal demikian meneyababkan anak-anak mengalami munculnya perilaku agresif pada anak, kesulitan dalam belajar, kesulitan dalam tidur, dan juga mimpi buruk yang sering melanda anak-anak korban peperangan.

Jadi sahabat DEEPA akibat dari perang itu sendiri banyak populasi yang berada di situasi perang dan konflik harus menerima perawatan kesehatan mental sebagai bagian dari total proses bantuan, rehabilitasi dan rekonstruksi. Seperti yang terjadi pada paruh pertama abad ke-20, ketika perang memberikan dorongan besar untuk konsep pengembangan kesehatan mental. Organisasi-organisasi dunia juga harus turun tangan untuk menidaklanjuti masalah kesehtan mental yang melanda seperti WHO dan PBB.

Sekian dari saya dan saya ucapkan terima kasih untuk sahabat DEEPA yang sudah meluangkan waktu untuk memabaca artikel ini. Semoga artikel ini bermanfaat untuk kita, Sampai jumpa….

 

 

Daftar Pustaka

Abdul , A., vostains, P., & tawahina, A. a. (2007). Exposure to war trauma and PTSD among parents and children in the Gaza strip. European Child & Adolescent Psychiatry, 1-10.

Murthy, R. S., & lakshminarayana, R. ( 2006). Mental health consequences of war: a brief review of research findings. World Psychiatri, 25-30.

________

Ditulis Oleh : Vinny Kurnia Vionita (Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Magelang